Suara.com - Negeri darurat narkoba sudah sejak beberapa tahun lalu disematkan oleh Presiden Joko Widodo kepada Indonesia.
Meski terasa dan terdengar pahit, namun fakta inilah yang harus ditelan bulat-bulat ketika Indonesia masih menjadi surga bagi sindikat narkoba kelas dunia.
Jokowi memang bukan seperti Duterte di Filipina yang memerintahkan tembak di tempat bagi pelaku kejahatan narkoba.
Mantan Gubernur DKI itu memang tidak memilih pemberantasan narkoba ala Duterte mengingat rezim kekejaman disadarinya akan meninggalkan luka sejarah yang traumatis.
Di sisi lain Indonesia sedang mengalami darurat narkoba yang tak beranjak usai. Tercatat sejak 1971 di era Presiden Soeharto pun Indonesia sudah menyandang predikat ini.
Maka sejak pertama menjabat sebagai Presiden pada 2014, Jokowi selalu menegaskan sikapnya yang jelas terkait perdagangan ilegal narkoba.
Dalam berbagai kesempatan, Jokowi membeberkan data dan fakta terkait narkoba yang terjadi di Indonesia dimana rata-rata 50 orang meninggal setiap hari akibat penyalahgunaan narkoba.
Jika dikalkulasi ada 18.000 jiwa yang meninggal tiap tahunnya. Belum termasuk 4,2 juta orang yang sedang direhabilitasi dan 1,2 juta yang tidak dapat direhabilitasi.
Maka ia pun menetapkan langkah strategis untuk menekan perdagangan narkoba sekaligus memberantas sindikatnya yang menggurita.
Jokowi memilih orang yang memiliki rekam jejak yang kuat, tegas, dan ditakuti dari jajaran kepolisian atau militer untuk membantu pekerjaannya di Badan Narkotika Nasional (BNN).
Budi Waseso adalah pilihan Jokowi langsung yang selama kariernya dianggap sebagai perwira Polri yang garang pada penjahat. Selepas meninggalkan jabatannya sebagai Kabareskrim Polri, Budi Waseso atau Buwas mendapatkan mandat untuk memimpin BNN.
Beredar kabar, dilantiknya Buwas sebagai Kepala BNN menciutkan nyali para pengedar narkoba ketika itu.
Kini menjelang pensiun sebagai perwira Polri, Jokowi pun memilih Irjen Pol Heru Winarko, Deputi Penindakan KPK untuk menggantikan Buwas.
Alasan Integritas Jokowi memang diam-diam mengamati sepak terjang Heru Winarko selama bertugas di KPK. Sempat terjebak kontroversi perihal surat peringatan dengan penyidiknya yang populer Novel Baswedan, tak kemudian menyurutkan langkahnya untuk tetap bersikap tegas sebagai Deputi Penindakan.
Posisi Deputi Penindakan memang layaknya algojo bagi KPK sekaligus gigi taring lembaga antirasuah tersebut.
Suka tidak suka, di era Heru Winarko, KPK memang terkesan lumayan garang dengan beragam operasi tangkap tangan tanpa tebang pilih.
Maka Presiden Joko Widodo pun memanggilnya untuk kemudian melantik Irjen Pol. Drs. Heru Winarko, S.H. sebagai Kepala BNN di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis, 1 Maret 2018. Penunjukkan Heru menandakan berakhirnya tugas Budi Waseso sebagai Kepala BNN yang juga segera memasuki masa pensiun.
Heru Winarko sendiri dilantik berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M Tahun 2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Badan Narkotika Nasional.
Presiden Joko Widodo pun mengungkap alasan menjatuhkan pilihannya kepada Heru Winarko. Menurut dia, pengalaman dan integritasnya selama berada di KPK akan sangat berguna bagi BNN.
Kepala Negara menyatakan keinginannya agar BNN di bawah Heru memiliki standar-standar yang baik, seperti sudah diterapkannya selama di KPK.
Standar-standar yang baik yang diharapkan dibawa Heru dari KPK ke BNN meliputi standar "governance", standar tata kelola organisasi, dan yang paling penting sisi integritas.
Menurut Presiden hal itu amat penting mengingat peredaran narkoba melibatkan bilangan uang yang besar dengan omzet mencengangkan sehingga mudah menggoda orang untuk terjerembab ke dalamnya.
Ia juga menyampaikan harapannya soal BNN ke depannya. Presiden ingin agar BNN mampu melakukan pencegahan terkait masuk dan beredarnya barang-barang haram tersebut di Indonesia. Kemudian juga bisa menurunkan sebanyak-banyaknya pengguna narkoba.
Sebelum dilantik sebagai Kepala BNN, Heru Winarko yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1985 itu menjabat sebagai Deputi Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi sejak September 2015. Ia juga pernah menjabat sebagai Kapolda Lampung pada 2012.
Ekspektasi Tinggi Heru Winarko secara pribadi memikul ekspektasi yang tinggi untuk dapat melanjutkan jejak Buwas dalam memberantas narkoba.
Pria kelahiran 1 Desember 1962 itu sendiri mengaku akan melanjutkan kebijakan Buwas di BNN. Tentu selain ia akan melanjutkan sekaligus meningkatkan juga bagaimana pencegahan dan yang jadi beban tanggung jawab BNN dilaksanakan optimal.
Mantan Staf Ahli di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang ketika itu dipimpin Luhut Binsar Panjaitan itu juga mengharapkan bantuan semua pemangku kepentingan mengingat pemberantasan narkoba dianggapnya bukan semata tanggung jawab BNN.
Heru pun menegaskan bahwa narkoba adalah musuh bersama, bukan semata antagonis dari BNN.
Soal harapan Presiden Jokowi kepadanya tentang pola integritas di KPK agar ditransfer ke BNN, Heru berjanji akan menyesuaikannya dengan kondisi yang ada.
Secara pribadi, ia merasakan keprihatinan yang mendalam terkait kejahatan narkoba yang sudah melintasi batas negara.
Heru dengan berbekal pengalaman reserse selama 33 tahun pun optimistis mampu menjalankan tugasnya memimpin lembaga besar yang bertugas memberantas peredaran narkoba di Tanah Air.
Penanganan narkoba baginya tidak berbeda dengan penanganan jenis kejahatan yang lain dengan tahapan dan prosedur yang sudah jelas.
Ia berjanji akan mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya, termasuk jaringan di KPK dalam kaitannya untuk memberantas peredaran narkoba sekaligus mata rantai perdagangan barang haram itu di Indonesia.
Dengan begitu, ia bisa mewujudkan harapan Jokowi sekaligus menjadi jenderal perang pemerintah melawan narkoba selama pemerintahan Nawacita. (Antara)