Pencetus Kelompok MCA yang Buron ke Korsel Ternyata Perempuan

Rabu, 28 Februari 2018 | 17:48 WIB
Pencetus Kelompok MCA yang Buron ke Korsel Ternyata Perempuan
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri merilis enam tersangka The Family Muslim Cyber Army, Rabu (28/2/2018). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri masih memburu seorang perempuan berinisial TM (sebelumnya ditulis SP) terkait kasus penyebaran ujaran kebencian dari kelompok The Family Muslim Cyber Army.

Pihak kepolisian pun mengimbau agar TM, yang kini buron ke Korea Selatan, agar segera menyerahkan diri.

"Saya imbau yang namanya TM. Kami minta upaya menyerahkan diri," kata Dirtipid Siber Bareskrim Polri, Brigjen Fadil Irman di kantornya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).

Fadil membeberkan TM berperan penting terkait penyebaran hate speech di media sosial karena merupakan pencetus dari kelompok The Family MCA.

Baca Juga: Begini Prosedur Kelompok Muslim Cyber Army Rekrut Anggota

"Dia berperan sebagai konseptor dalam grup tersebut," kata Fadil.

Sejauh ini, polisi juga masih menelusuri pihak yang berperan sebagai penyandang dana dalam aksi penyebaran hate speech kelompok tersebut.

Polisi juga belum mengetahui apakah ada atau tidak tujuan politis di balik motif kelompok The Family MCA menyebarkan hate speech dan hoax di media sosial.

"Belum ada. Tim analis sedang mendalami, baik dari siapa yang menyuruh dan dari mana mendapatkan modal. Ini kami dalami, siapa yang order, adakah kaitannya dengan ormas atau organisasi apapun, kasih kami waktu," kata dia.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan enam admin kelompok The Family MCA sebagai tersangka. Mereka adalah Muhammaf Luth (40), Riski Surya Darma (37), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), Ronny Sutrino (40), dan Tara Arsih Wijayani (40).

Baca Juga: Jadi Admin Muslim Cyber Army, Polisi Tangkap Dosen UII Yogyakarta

Para tersangka dijerat Pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Juncto Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 33 UU ITE dengan ancaman pidana enam tahun penjara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI