Suara.com - Palestina mengecam keputusan Amerika Serikat (AS), yang akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei 2018.
"Langkah ini secara langsung dan sengaja melanggar identitas dan eksistensi rakyat Palestina," ujar pernyataan resmi pemerintah Palestina yang dikutip Anadolu Agency, Minggu (25/2/2018).
Washington mengakui siap membuka kedutaannya di Yerusalem pada 14 Mei, hari di mana Israel didirikan dan secara resmi diakui oleh Washington pada 1948.
Pemerintah Palestina menegaskan tanggal tersebut sengaja dipilih untuk menyakiti hati dunia Arab.
Baca Juga: Mesir Temukan 8 kuburan Firaun berusia 3000 tahun
"Ini adalah langkah yang tidak dapat diterima," kata Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
"Langkah sepihak AS ini tidak akan memberikan legitimasi kepada siapa pun dan akan menghambat upaya perdamaian di kawasan," tegas Nabil.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat mengatakan, Trump tidak lagi menjadi bagian dari solusi Israel-Palestina, tetapi justru menjadi masalah.
Yerusalem tetap menjadi jantung konflik Israel-Palestina di mana orang-orang Palestina berharap Yerusalem Timur—yang sekarang diduduki oleh Israel—dapat berfungsi sebagai ibu kota Palestina.
Israel kali pertama menduduki Tepi Barat Palestina, termasuk Yerusalem Timur, selama Perang Timur Tengah 1967.
Baca Juga: Sidang PK Perdana Digelar Hari Ini, Ahok Meretas Jalan Pulang
Pada 1980, Israel mengokupasi seluruh daerah di sana dan mengklaimnya sebagai ibu kotanya.
Hukum internasional terus memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan, dan menganggap semua aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di atas tanah tersebut adalah ilegal.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Heather Nauert, Jumat (23/2), menegaskan kepindahan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem bakal dilakukan bertepatan dengan tanggal berdirinya Israel.
“Pembukaan kedutaan di Yerusalem bertepatan dengan 70 tahun berdirinya Israel,” ungkap Nauret.
Kedutaan tersebut, menurut dia, akan berlokasi di Arnona, Yerusalem. Fasilitas konsulat jenderal AS yang ada saat ini untuk mengeluarkan visa dan urusan diplomatik lainnya, untuk sementara waktu akan diubah menjadi kedutaan besar.
Langkah AS memindahkan Duta Besar dan stafnya ke Yerusalem, datang setelah Menteri Luar Negeri Rex Tillerson menyetujui rencana keamanan terakhir untuk relokasi tersebut pada Kamis (22/2) malam.
Pemindahan kantor kedubes itu lebih cepat dari yang diutarakan Wakil Presiden Mike Pence, yakni akhir 2019.
Kompleks kedutaan yang saat ini berada di Tel Aviv masih akan berfungsi sebagai konsulat AS dan akan menjadi cabang kedutaan di Yerusalem.
"Secara paralel, kami telah memulai pencarian lokasi untuk kedutaan besar kami ke Israel secara permanen. Perencanaan dan konstruksi akan menjadi usaha jangka panjang," kata Nauert.
Dia menambahkan, AS sangat antusias untuk mengambil langkah bersejarah tersebut dan berharap rencana tersebut dapat terealisasi Mei mendatang.
Relokasi kedutaan menjadi prioritas utama AS setelah Presiden Donald Trump mengumumkan keputusan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember tahun lalu.
Aksi tersebut menimbulkan berbagai kecaman dan protes dari dunia Arab dan komunitas muslim seluruh dunia.
Menurut laporan media AS, Duta Besar AS untuk Israel telah menerima banyak tawaran dari donatur Yahudi yang bersedia mendanai bangunan baru untuk proyek tersebut.
Presiden Trump juga mempertimbangkan untuk menerima sumbangan dari pemilik kasino dan tokoh bisnis terkenal Sheldon Adelson, yang berasal dari keluarga Yahudi, untuk membantu mendanai proyek tersebut.
Selain itu, menurut laporan tersebut, alasan di balik sumbangan untuk kedutaan tersebut adalah agar Presiden Trump tidak mengubah keputusan tersebut di masa mendatang.