Suara.com - Panggung politik Tanah Air tampak tak pernah bisa jauh-jauh dari beragam intrik, polemik, dan terkadang setiap orang yang ingin berpentas di atasnya harus siap mempertaruhkan segalanya. Meski tak mudah, dunia politik juga seperti magnet yang terus menarik pelakunya yang telah pergi untuk kembali.
Tak terkecuali bagi Ahok, yang masih berada dalam penjara. Ia disebut tengah berupaya mencari jalan untuk kembali pulang ke dunia politik.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terpidana kasus penodaan agama, mengajukan upaya peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung atas vonis 2 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Mei 2017.
Permohonan PK yang diajukan kuasa hukum Ahok tanggal 2 Februari 2018 itu, telah diterima MA dengan nomor perkara 1537/Pi.B/2016/PN.Jkt.Utr.
Baca Juga: Khotbah di Masjidil Haram Gunakan Bahasa Indonesia
MA sendiri telah memerintahkan menggelar sidang perdana PK Ahok pada Senin (26/2/2018) hari ini.
Majelis hakim yang akan memimpin sidang PK Ahok adalah hakim Mulyadi, Salman Alfaria dan Tugianto. Sementara, mantan Bupati Belitung Timur itu akan didampingi oleh kuasa hukumnya Fifi Lety Indra, Josefina Agatha Syukur, dan Daniel.
Pengajuan PK itu sendiri dinilai banyak pihak sebagai upaya Ahok guna kembali ke pentas politik. Ia disebut-sebut menjadi salah satu sosok yang memunyai kesempatan menjadi salah satu peserta Pilpres 2019, terutama sebagai calon wakil presiden.
"Sebab begini, yang saya dengar dari ahli hukum, kalau Ahok ini dikabulkan PK-nya, berarti dia akan dibebaskan dengan status bukan tahanan dan bukan narapidana. (Ahok) Itu akan melenggang ke Istana," kata Gatot Saptono, Penasihat PA 212 di Gedung Joang, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (24/2) akhir pekan lalu.
Gatot yang akrab disapa Al Khaththath oleh pengikutnya itu, merupakan pentolan aksi anti-Ahok pada masa Pilkada DKI Jakarta 2017. Sementara Persaudaran Alumni 212 adalah perkumpulan eksponen demonstran anti-Ahok.
Baca Juga: Pengamat: Media Online dan Medsos Miliki Peran Penting di Pilkada
Gatot yang berstatus tersangka kasus makar tersebut mengkhawatirkan, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut akan menduduki jabatan penting jika PK-nya dikabulkan.
"(Kalau PK dikabulkan) Dia akan bisa menjadi calon presiden 2019 atau Wapres atau apa pun. Ini yang meresahkan kami," kata Gatot yang oleh kelompoknya disapa Al Khathathath.
Prahara Cinta
Pengajuan PK sebagai upaya Ahok demi kembali ke kancah politik Tanah Air, juga erat terkait dengan situasi rumah tangganya dengan sang istri, Veronica Tan.
Ahok mengajukan gugatan cerai terhadap sang istri ke PN Jakut pada tanggal 5 Januari 2018. Gugatan itu terbilang mendadak, karena sebelumnya ia dan Veronica dinilai banyak orang sebagai pasangan harmonis.
Meski akhirnya alasan Ahok menggugat cerai terkuak, yakni adanya "orang ketiga", Veronica dulu adalah sosok sentral yang membuat sang suami akhirnya urung mengajukan upaya bandung tahun 2017.
Air mata Veronica Tan bercucuran pada pertengahan tahun lalu, saat memaklumatkan bahwa ia dan keluarga bersepakat tak melanjutkan upaya banding atas vonis 2 tahun penjara yang dijatuhkan kepada sang suami, Ahok.
"Sejak masih menjadi gubernur, kemudian menjadi tersangka, sampai hari ini, kami rasa sudah cukup. Kami tak lagi mau memperpanjang kasusnya,” tutur Veronica terbata-bata dalam konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Mei 2017.
Veronica yang mengatasnamakan keluarga intinya menuturkan, biarlah suami dan ayah dari anak-anaknya tersebut menjalani hukumannya demi kepentingan bersama.
“Anak-anak dan keluarga mendukung pilihan ini,” ungkapnya.
Buni Yani
Humas PN Jakarta Utara Jootje Sampaleng mengatakan, permohonan PK dari Ahok sudah sesuai pasal 263 ayat 2 Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam Aturan itu disebutkan, permintaan PK dapat dilakukan apabila terdapat keadaan atau bukti baru (novum).
PK juga bisa diajukan apabila terdapat putusan yang bertentangan satu sama lain, dan kalau putusan menunjukkan kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata.
"Dia (Ahok) mengajukan PK itu sebagai pemohon dengan membandingkan putusan. Jadi terpidana membandingkan putusan Buni Yani," ujar Jootje di PN Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).
Buni Yani adalah orang yang mengunggah dan mengedit transkrip isi transkrip video pidato Ahok, ketika mengutip surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu.
Majelis hakim PN Bandung telah menyatakan Buni Yani bersalah pada kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia dianggap memenuhi unsur Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE.
Video yang diedit Buni Yani dijadikan bukti yang memberatkan Ahok dalam persidangan, sehingga mantan Gubernur Jakarta itu divonis bersalah 2 tahun penjara pada 9 Mei 2017.
Menurut Jootje, permohonan PK dari Ahok didasari atas putusan hukum yang diterima Buni Yani. Ahok akan membandingkan keputusan yang diterimanya dengan yang didapatkan Buni Yani.
"Nah kalau bagian A itu kan ada keadaan baru. Keadan baru itu (ada orang) bisa dibilang soal putusan Buni Yani dan sebagainya. Padahal keadaan baru menyangkut terdakwa saat menghadapi sidang, atau ada hal yang berhubungan dengan perkara itu," katanya.
Dalam sidang hari ini, kehadiran penggugat dapat diwakilkan oleh kuasa hukum, mengingat Ahok saat ini tengah menjalani masa tahanan dua tahun penjara di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Hal ini sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2016.
"Kami percayakan saja sidang terbuka. Persidangan besok itu untuk berita acara dan dikirim ke Mahkamah Agung dan majelis PK yang mengambil keputusan. Di sini formilnya aja," kata Jootje.
Bebas dan Kembali Bersih
Saat banyak pihak yang menilai Ahok tengah mencari jalan kembali ke pentas politik, Josefina Agatha Syukur, pengacara Ahok, menuturkan kliennya hanya ingin kembali menjadi "orang biasa".
"Kami hanya berharap PK dikabulkan hakim. Kalau harapan tertinggi kami pasti bebas dan nama Pak Ahok direhabilitasi, itu saja," ungkapnya, rabu (21/2).
Ia memberikan pembelaan mengenai Ahok yang baru kekinian terpikir untuk mengajukan PK. Ia mengatakan, menyusun PK tidak mudah dan memerlukan waktu.
Karenanya, upaya itu baru diputuskan bakal ditempuh setelah Ahok sudah lebih dari sembilan bulan menjalani masa pemenjaraan.
"Bikin PK kan tak gampang, maksudnya mesti benar-benar dipelajari juga, banyak hal lah yang melatarbelakangi," tuturnya.
Josefina mengakui, tidak ada strategi khusus setelah kliennya mengajukan permohonan Peninjauan Kembali kasus penodaan agama ke MA.
"Sebetulnya tak ada strategi apa-apa, cuma karena berkembang dalam pembicaraan saja," ujarnya.
Pembicaraan yang dimaksud Josefina antara Ahok dengan kuasa hukumnya. Ahok menunjuk Law Firm Fifi Lety Indra untuk menangani kasus hukumnya.
Untuk diketahui, kasus penodaan agama Ahok bergulir selama masa Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017. Dalam kasus itu, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonisnya 2 tahun penjara.
Karena urung banding, Ahok langsung dimasukkan dalam penjara di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua Depok, 10 Mei 2017.
Sehari sebelumnya, seusai menjalani sidang vonis, Ahok sempat dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Ia baru dipindahkan ke Rutan Mako Brimob pada Rabu (10/5) dini hari.