Suara.com - Mantan teroris yang terlibat aksi bom Bali I tahun 20022, Ali Fauzi Manzi, memperingatkan setiap pihak di Indonesia harus tetap mewaspadai aksi teroristik walau sementara ini tak satu pun bom meledak.
Terakhir, bom teroris meledak di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, Rabu 24 Mei 2017. Setelah itu, tak lagi ada ’pengantin’ yang mengantar nyawa.
”Jangan lengah, harus waspada. Ada 2 kelompok besar jaringan teroris di Indonesia yang tampak mati, tapi sebenarnya masih hidup dan bergerak, yakni Jama’ah Islamiyah (JI) dan Jama’ah Ansharut Daulah (JAD),” tutur Ali Fauzi.
Peringatan tersebut, dilontarkan adik Ali Imron—terpidana mati kasus bom Bali I—dalam acara peluncuran buku Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Profesor Azyumardi Azra berjudul berjudul ”La Tay’ As Jangan Putus Asa: Ibrah dari Kehidupan Teroris dan Korbannya”, di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Sabtu (24/02/2018) siang.
Baca Juga: Gairahkan Dunia Modifikasi, Yamaha Gelar Customaxi
Ia mengatakan, kedua kelompok tersebut tampak seperti ”mati suri”. Padahal, JI maupun MAD tetap beroperasi secara klandestin atau secara rahasia.
”Mereka tak mati, karena ada generasi-generasi yang akan melanjutkan visi dan misi mereka,” ungkapnya.
Menurut Ali Fauzi, ada sejumlah perbedaan mendasar antara aksi teror yang dilakukan antara JI dan JAD.
Berdasarkan jenis terornya, JI kerap menggunakan bahan peledak dalam jumlah besar. Sementara JAD sebaliknya, menggunakan bahan peledak berskala kecil.
“Kalau aksi teror dari tahun 2000 sampai 2010 itu jenisnya besar-besar. Bom Bali I bahan peledaknya lebih dari 1 ton. Bom di Jotel JW Marriot 400 kilogram. Bom di Kedubes Australia jua 400 kg. Setelah sahabat saya ditangkap, Nurdin M Top dan Dr Azhari, tak lagi ada bom besar,” tuturnya.
Baca Juga: Menhub Budi Karya 'Mencicipi' Pesawat Multi Engine di STIP
Sedangkan dari segi sasaran atau target aksi bom, antara JI dan JAD pun juga berbeda. JI lebih menitikberatkan pada obyek-obyek simbol peradaban Barat.