Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengakui kecewa atas Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia, yang tidak meningkat pada tahun 2017.
Dari rentang nilai 0-100, IPK Indonesia berada pada angka 37, angka yang sama dengan hasil survei Transparency International pada tahun 2016. Alhasil, Indonesia menjadi negara terkorup ke-96 dari 180 negara.
Salah satu faktor yang menyebabkan stagnasi IPK Indonesia adalah, masih tingginya praktik korupsi di sektor politik dan penegakan hukum.
Karena itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap tidak meningkatnya IPK Indonesia bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak, khusunya politikus dan penegak hukum.
Baca Juga: Ini Skuat Bhayangkara FC untuk Liga 1 2018
"Mengacu pada penjelasan TII, sebaiknya IPK ini menjadi cermin bagi simpul-simpul di sektor politik dan penegakan hukum," katanya di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (23/2/2018).
Febri mengatakan, perubahan pada sektor politik penting dilakukan untuk membantu meningkatkan IPK Indonesia pada tahun selanjutnya.
KPK sementara ini sudah memproses lebih dari 144 pelaku korupsi dari DPR, DPRD dan DPD dan lebih dari 90 kepala daerah.
Sementara di lain sisi, sambung Febri, penegakan hukum yang konsisten lebih dibutuhkan agar dapat membangun kepercayaan bahwa hukum menjadi tolok ukur terhadap penanganan sebuah perkara.
Menurut dia, praktik suap-menyaup kepada lembaga penegak hukum harus dihilangkan.
Baca Juga: Kompolnas Dukung Jenderal Polisi Tak Jabat Plt Gubernur
"Membaca secara cermat faktor penyebab IPK ini stagnan perlu dilakukan untuk menghindari salah pemahaman," tukasnya.