Suara.com - Hubungan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dengan KPK bak air dan minyak, atau bisa juga seperti anjing dan kucing, karena kerap terlibat perseteruan.
Termutakhir, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi semakin sering menggelar operasi tangkap tangan dan sukses menjaring banyak kepala daerah, Fahri kembali mengkritik.
Fahri menyebut cara OTT KPK itu sebenarnya tidak berkesesuaian dengan iklim negara demokratis.
Bahkan, politikus yang dipecat PKS itu berseloroh, KPK sebaiknya pindah ke Korea Utara, negara yang disebutnya beriklim otoriter.
Baca Juga: Sudah 6, Polisi Telusuri Korban Lain Guru SD Cabul di Kembangan
“KPK itu memang cocoknya pindah ke Korea Utara saja. Suruh saja jadi aparatnya Kim Jong Un, baru cocok dia. Di negara demokrasi tidak bisa dia,” tukas Fahri di DPR RI, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Ia mengklaim, berbagai OTT yang dilakukan KPK tak efektif. Sebab, operasi cepat kilat seperti itu dianggapnya tak mampu membuat koruptor jeri sekaligus jera.
"KPK itu, sudah saya anggap sudah mati fungsi dan eksistensinya. Seperti saat ini, mereka mengejar-ngejar bupati yang lagi pilkada itu, kayak berburu di kebun binatang,” tudingnya.
Bahkan, Fahri menyebut KPK hanya mementaskan drama pemberantasan korupsi, yang sebenarnya tak efektif.
"Tak ada manfaatnya. Mereka seperti membuat drama seolah-olak ada efek jera,” tukasnya.
Baca Juga: Jadwal dan Siaran Langsung Liga Spanyol Pekan ke-24
Komentar Fahri tersebut sebenarnya respons dirinya atas OTT yang dilakukan KPK terhadap Bupati Subang Imas Aryumningsih, Rabu dini hari.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Imas diduga bersama-sama dengan beberapa pihak menerima hadiah dari pengusaha mengenai pengurusan perizinan di lingkungan Pemkab Subang yang dilakukan oleh dua perusahaan, yaitu PT ASP dan PT PBM senilai total Rp1,4 miliar.
Pemberian suap dilakukan untuk mendapatkan izin untuk membuat pabrik atau tempat usaha di Kabupaten Subang.
Menurut Basaria, pemberian uang hadiah dari pengusaha diberikan melalui orang-orang dekat bupati yang bertindak sebagai pengumpul dana.
"Diduga komitmen fee awal antara pemberi dengan perantara adalah Rp4,5 miliar, sedangkan dugaan komitmen fee antara bupati ke perantara adalah Rp1,5 miliar," ungkapnya.
Basaria mengatakan, sebagian uang yang diterima diduga juga dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye Imas, yang kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2018.
Selain uang, Imas juga menerima fasilitas terkait pencalonannya tersebut antara lain berupa pemasangan baliho dan sewa kendaraan berupa mobil Toyota Alphard untuk kebutuhan kampanye.
"Untuk kepentingan penanganan perkara ini, telah dilakukan penyegelan beberapa tempat dan aset antara lain: ruang kerja di rumah dinas Bupati Subang, rumah dan kendaraan milik Data, ruang kerja Asep Santika, dan ruang kerja atau kantor Miftahhudin,” terangnya.
Pesanan
Selang sehari setelah OTT Bupati Subang dan komentar pedas Fahri, KPK kembali menggelar OTT. Kamis (15/2), lembaga antirasywah itu menangkap 14 orang terkait dugaan gratifikasi di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Sementara Jumat (16/2) dini hari, KPK resmi menahan Mustafa, Bupati Lamteng, terkait kasus tersebut.
Dalam kasus gratifikasi ini, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka. Ketiganya adalah Wakil Ketua DPRD Lamteng J Natalis Sinaga, anggota DPRD Lampung Rusliyanto, dan Kepala Bina Marga Lamteng Taufik Rahman.