"Kakekku saat itu berusia 12 tahun. Neneknya, serta ibu dan ayahnya terbunuh dalam penembakan titu. Ibuku sendiri selamat karena bersembunyi di dalam lemari. Saat penembakan di sekolahku terjadi, entah bagaimana aku ingat cerita ibu, karenanya langsung mencari almari untuk bersembunyi,” tuturnya.
Dulu, Novell selalu memikirkan bagaiamana rasanya saat sang ibu menanti ketidakpastian nasib di dalam lemari, saat keluarganya menghadapi sang pembantai.
“Ibuku dulu selamat karena bersembunyi di lemari. Tapi, setelah keluar, ia tak lagi memunyai keluarga. Kini, aku juga bersembunyi di dalam lemari. Ketika keluar, aku kehilangan teman-temanku,” sesalnya.
Baca Juga: Sandiaga Anggap Pengemis Berkumpul Saat Imlek sebagai Tradisi
Wawancara Sang Calon Presiden
Saat Novell bersembunyi di dalam almari, di ruang kelas lain, David Hogg juga mengendap-endap bersembunyi.
Hogg adalah remaja kurus berusia 17 tahun, jurnalis senior sekolah, dan calon presiden SMA itu.
Saat penembakan terjadi, naluri jurnalis Hoog bergelegak, ia menyalakan aplikasi video di ponselnya dan mengarahkan ke teman sekelas yang bersembunyi dalam kegelapan.
Meski situasi masih mencekam, Hoog mewawancari teman-teman sekelasnya mengenai Nikolaus dan perihal kepemilikan senjata api yang semakin mudah di era Presiden Donald Trump.
Baca Juga: AC Milan Menang Besar di Kandang Ludogorets, Gattuso Belum Puas
"Jadi, apa pesanmu?" tanya Hoog kepada temannya, sembari terus merekam.
Satu demi satu, teman sekelasnya menanggapi.
"Saya pribadi telah ikut berdemonstrasi untuk hak senjata," kata seorang perempuan temannya, suaranya goyah, tapi kuat.
"Saya ingin menjadi junior NRA (organisasi pemburu). Saya ingin belajar berburu, "katanya.
"Tapi jika peluru menunjuk ke arah saya, sekolah saya, teman sekelas saya, guru saya, mentor saya, ini jelas membuka mata kenyataan bahwa kami memerlukan lebih banyak kendali senjata di negara kami."
Nikolaus masih petantang-petenteng menembak di sekolah itu, sementara Hogg dan lainnya bersembunyi sembari terus memahami situasi.
"Jika Anda melihat sekeliling lemari ini dan melihat semua orang hanya bersembunyi, Anda akan tahu bahwa ini seharusnya tidak terjadi lagi," kata seorang mahasiswi lain, matanya lebar dan ketakutan terlihat di wajahnya saat direkam Hogg.
Seusai peristiwa itu, Hogg memublikasikan video wawancaranya tersebut.
"Kita perlu melakukan sesuatu. Kita perlu keluar dan aktif secara politis, " katanya.
"Kongres perlu mengatasi bias politik mereka satu sama lain, dan bekerja untuk menyelamatkan nyawa anak-anak," tuntutnya.
Hogg lantas menumpahkan rasa frustrasinya terhadap politikus di Kongres AS mengenai kepemilikan senjata api, saat diwaancarai jurnalis CNN.
“Kami hanya anak-anak. Kalian adalah orang dewasa,” gugatnya.
***
Aparat berhasil membekuk Nikolaus seusai pembantaian. Fakta-fakta mengenai Nikolaus terungkap setelah kejadian tersebut.
Nikolaus ternyata mantan siswa di SMA itu. Ia dikeluarkan dari sekolah karena masalah kedisiplinan. Ia juga disebut sempat bergabung dalam latihan militer kelompok Neo-Fasis, sehingga mampu memakai senjata laras panjang.
“Dia pernah latihan militer bersama kami,” kata pemimpin ROF, Jordan Jereb.
Jereb menuturkan, Nikolaus pernah berlatih kemiliteran bersama ROF di dekat tallahassee, Florida.
ROF sendiri organisasi yang berjargon ingin mengembalikan supremasi kulit putih di negara bagian tersebut.
“Namun, penembakan itu tak pernah diperintahkan oleh ROF. Itu adalah aksi Nikolaus sendiri. Dia sendirian yang bertanggung jawab,” tuturnya.