17 Malaikat dan Penembakan Massal 'Valentine Berdarah'

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 16 Februari 2018 | 13:47 WIB
17 Malaikat dan Penembakan Massal 'Valentine Berdarah'
Warga kota Parkland, Florida, AS, menangis di antara patung 17 malaikat yang mengiaskan 17 korban tewas dalam penembakan massal di Marjory Stoneman Douglas High School, Kamis (15/2/2018) malam. [Rhona Wise/AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Aaron Feis, laki-laki berusia 37 tersebut menjadi satu dari 17 korban tewas dalam pembantaian Nikolaus. Aaron adalah pelatih sepak bola di sekolah tersebut. Sedangkan Tyler adalah salah satu pemain kesayangannya.

Saat matahari terbenam, di tengah kerumunan orang yang masygul di taman duka itu, Tyler dan rekan-rekan satu timnya membentuk lingkaran dan saling menggenggam tangan.

Mereka berdoa untuk Aaron, dan juga untuk rekan setimnya, asisten pelatih, serta direktur atletik SMA Marjory Stoneman Douglas yang tewas di tangan Nikolaus.

Mereka mengenang sang pelatih. Aaron adalah sosok populer di mata mereka, dan juga siswa lain. Sebab, selain sebagai pelatih, Aaron juga satpam sekolah yang selalu menyapa siswa di gerbang sekolah, setiap hari.

Baca Juga: Sandiaga Anggap Pengemis Berkumpul Saat Imlek sebagai Tradisi

Aaron dikenal sebagai sosok jenaka, yang kerap duduk di mobil golf sembari mengacungkan jempol serta mengumbar senyuman kepada siswa.

"Dia peduli kepada kami sebagai manusia, tidak hanya sebagai pemain bola," tutur William Pringle (17), yang berhasil melarikan diri dari sekolah saat terjadi pembantaian.

Carly Novell dan Tragedi 1949

Carly Novell tergopoh-gopoh menuju sebuah almari sekolah untuk bersembunyi, ketika mendengar suara senapan semi-otomatis AR-15 menyalak.

Baca Juga: AC Milan Menang Besar di Kandang Ludogorets, Gattuso Belum Puas

Novell adalah murid senior SMA Marjory Stoneman Douglas. Remaja berusia 17 tahun itu juga merupakan editor majalah triwulanan sekolah, “The Eagle Eye”.

“Aku bersembunyi di dalam almari, selama horor itu,” tuturnya.

Selama di dalam lemari, Novell mengakui mengingat tragedi penembakan massal di Camden, New Jersey, tahun 1949.

Ia mengetahui kisah itu dari sang ibu. Sebab, keluarga ibunya termasuk dalam korban pembantaian tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI