Suara.com - Kekagetan Abi berubah menjadi amarah, saat mengetahui sang istri diam-diam membeli mobil Toyota Agya dengan cara mencicil. Amarahnya membuncah pada Senin (12/2/2018) dini hari. Pada malam jahaman itu, ia membunuh istri siri dan kedua putri tirinya. Ketiganya tewas berpelukan.
Selang sehari, Selasa (13/2), polisi mengungkap pelaku pembunuhan Titin Suhemah (40) alias Emma dan dua putrinya, yakni Nova (23) serta Mutiara Ayu (13), yang tewas berpelukan di rumahnya, Blok B6 Nomor 5 Perumahan Taman Kota Permai 2, RT5/RW12 Periuk, Jati Using, Tangerang, Banten.
Adalah Muchtar Efendi alias Pendi alias Abi, laki-laki 60 tahun yang membunuh ketiga perempuan tersebut. Abi adalah suami siri yang baru setahun terakhir menikah dengan Emma.
Kapolres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Harry Kurniawan mengatakan, Efendi mengakui melakukan pembunuhan sadistis tersebut karena tak sanggup membayar uang cicilan mobil yang dibeli Emma.
Baca Juga: Jangan Anggap Remeh! Periksa 8 Penyebab Sering Kesemutan
"Tidak ada uang. istrinya (beli mobil) tanpa sepengatahuan suaminya," kata Harry, Selasa sore.
Tiga hari sebelum pembunuhan, Efendi terlibat pertengkaran dengan Emma karena masalah cicilan mobil.
Ternyata, percekcokan mengenai mobil murah tersebut tak berujung solusi. Amarah Abi semakin menebal, dan akhirnya memilih jalan untuk menghabisi Emma berikut anak-anaknya.
"Pembunuhan itu sudah direncanakan. Sudah (sering) berantem. 3 hari cekcok mulut. Pembunuhan ini puncaknya," katanya.
Seusai membunuh Emma dan kedua putri tirinya, Efendi juga sudah berniat bunuh diri. Karenanya, saat ditemukan warga, ia juga sekarat bersimbah darah.
Baca Juga: Pochettino: Tottenham Lebih Pantas Menang ketimbang Juventus
Harry mengungkapkan, tanda luka-luka tusukan di leher dan perut Efendi adalah disengaja karena hendak melakukan percobaan bunuh diri.
"Yang jelas tersangka melukai badannya sendiri untuk mengakhiri hidupnya. Muktar memang berniat bunuh setelah cekcok," jelasnya.
Saat olah tempat kejadian perkara, polisi menemukan pisau yang digunakan Efendi untuk membunuh Emma dan kedua putrinya, maupun untuk bunuh diri.
"Alat untuk membunuh itu diselipkan di salah satu lemari atau tempat pakaian, dimana tersangka menaruh di tempat tersebut. Tersangka juga membuang barang bukti berupa ponsel milik korban dalam keadaan rusak ke loteng. Itu pengakuan tersangka,” jelasnya.
Namun, kata Harry, polisi masih mendalami motif Abi yang tega turut membunuh kedua putri tirinya.
Kondisi Efendi sendiri masih dirawat di Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta Timur karena mengalami luka parah akibat percobaan bunuh diri.
"Nah, soal kenapa dia membunuh kedua putrinya juga, masih kami dalami. Kenapa anaknya juga ikut dibunuh," tuturnya.
Tiara yang Lucu
“Mutiara gadis kelas SD yang penuh ceria, kematianmu sangat tragis.... Semoga kamu tenang di sana nak, kita tidak tahu kapan ajal kita akan datang," tulis Patria, laki-laki berusia 43 tahun di Facebooknya.
Patria adalah tetangga ibu dan kedua putrinya yang ditemukan tewas bersimbah darah sembari berpelukan.
“Saya menulis ini sambil menangis, bener deh,” tutur Patria sembari menunjukan isi tulisan di Facebooknya tersebut kepada Suara.com.
Mutiara adalah anak termuda Emma yang ikut tewas di tangan Abi—ayah tirinya. Patria mengenal baik sosok bocah SD tersebut.
”Dia anak yang ceria dan periang. Sore-sore sering main di depan rumah saya, bareng anak-anak kecil yang lain,” ujar Patria.
Rumah Patria memang berhadap-hadapan dengan rumah Emma dalam kompleks tersebut.
Patria mengakui sangat sedih. Ia tak habis pikir, kenapa Efendi tega membunuh Tiara.
“Tiara itu kan masih anak-anak sekali. Kenapa sampai tega ikut dibantai? Masa depannya masih panjang. Memang keji pembunuhnya itu,” sesalnya.
Ia menuturkan, akan merindukan Tiara yang biasa bermain di depan rumah dan kerap menyapanya saat akan pergi bersekolah pada pagi hari.
“Saya pasti rindu ya. Orang setiap hari lihat dia bermain di depan rumah sambil bercanda dan ketawa-ketawa. Suka main sama saya juga,” ujarnya.
Nova Ingin Bekerja
Nova—kakak Tiara—dikenal sebagai sosok yang baik dan gadis pendiam oleh teman-temannya semasa SMP.
"Anaknya kalem, baik pokoknya nggak neko-neko deh," kata Hilmi, teman Nova, yang ikut tahlilah di kediaman korban, Selasa malam.
Belakangan, Hilmi dan Nova jarang bertemu karena keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Untuk sekadar bertanya kabar, mereka berkomunikasi lewat aplikasi percakapan di ponsel.
"Beberapa minggu lalu dia chat cuma tanya lowongan kerja doang. Soalnya, kata dia, kerjaan yang lama ya gitu deh," tuturnya.
Hilmi tak memiliki firasat apa-apa terkait kematian Nova. Makanya, saat kali pertama mendengar peristiwa yang menimpa Nova, dia cukup terkejut.
"Saya sengaja ke sini, bersama teman-teman yang lain. Kemarin saya juga sempat ke sini. Tapi nggak ketemu sama Nova. Kami juga turut mendoakan agar dia mendapatkan tempat yang terbaik di sisinya," katanya.
Bukan Tetangga Baik
Jauh sebelum peristiwa nahas itu terjadi, tetangga sudah memberikan penilaian negatif terhadap Abi. Bagi mereka, suami siri Emma itu bukan sosok yang bisa menjadi tetangga baik.
Abi dikenal sebagai lelaki yang jarang bersosialisasi sejak tinggal di kompleks perumahan terebut. Setidaknya itu yang diakui oleh Riadi (55), salah satu tetangganya.
"Kalau sama saya sih nggak pernah teguran sama sekali semenjak dia tinggal di sini dari awal," kata Riadi.
Riadi juga menilai Efendi adalah sosok yang tempramental. Dia mengetahuinya saat kali pertama mengajak bicara orang tersebut.
"Sikapnya tempramen, setelah itu saya jadi cuek. Saya nilai dia tidak bisa jadi tetangga yang baik," ujarnya.
Meski begitu, Riadi sempat mendengar bahwa Abi mengikuti salah satu kelompok dakwah. Karenanya, laki-laki berusia 60 tahun itu jarang tampak di rumah belakangan ini.
Selain Riadi, kesan kurang baik juga dirasakan mantan Ketua RT setempat, Alwanto. Sejak tinggal di lingkungannya, Abi sudah membuat perkara lantaran tak ada pemberitahuan telah menikah dengan Emma.
"Sempat terjadi beberapa kasus. Salah satunya, tidak ada pemberitahuan melalui saya bahwa mereka (Efendi dan Emma) menikah. Saya juga tahunya dari warga lain. Kami juga tidak tahu kapan mereka menikahnya. Jadi saya panggil saja," ujarnya.
Sebagai mantan RT di sana, Alwanto cukup menyesalkan apa yang sudah dilakukan Abi. Dia berharap agar pria itu mendapat hukuman yang setimpal.
"Jika bisa membalas yang telah dilakukan Efendi, mungkin saya membalasnya, tapi kan ada hukum, saya serahkan saja semua pada hukum," tandasnya.
Hening
Rumah korban pembantaian sadis ibu dan kedua anaknya yang terjadi di Jalan Taman Kota Permai Rt 06 Rw 12 Kec Periuk Kel Periuk, Tangerang, Banten kini menjadi saksi bisu.
Sudah tak lagi ada penghuni di sana. Tak lagi ada percekcokan kecil yang kerap terjadi di kediaman milik Emma dan kedua anaknya.
Pantauan suara.com, Selasa malam, garis polisi masih terbentang menghalangi pagar hitam rumah mungil tersebut.
Tampak pula beberapa helai pakaian masih tergantung dalam pekarangan di muka rumahnya, juga tumpukan patung-patung manekin pakaian yang merupakan kebutuhan untuk korban berdagang.
Efendi, satu-satunya mantan penghuni rumah itu yang masih hidup, masih berada di RS Bhayangkara Kramatjati.
Kalaupun sudah sembuh, ia dipastikan tak kembali ke rumah tersebut. Sebab, kekinian ia sudah menjadi tersangka pembunuhan istri siri dan dua putri tirinya.
Efendi dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.