Suara.com - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyadari bahwa lembaga ia pimpin sedang menjadi sorotan publik dan media lantaran UU MPR, DPD, DPR dan DPRD yang disahkan kemarin, memuat pasal yang dinilai DPR anti terhadap kritik.
"Pertama adalah pasal 245, di mana dikatakan tentang pemeriksaan anggota DPR harus mendapatkan izin dari Presiden atas pertimbangan MKD, kecuali tindak pidana khusus," kata Bambang di acara Ulang Tahun Fraksi Golkar, di DPR, Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Pasal lain yang juga dinilai sebagai tameng anggota DPR melindungi diri kritik yaitu Pasal 122, menyatakan "DPR memberi kewenangan kepada Mahkmah Kehormatan Dewan untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang, kelompok atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Politiku Partai Golkar mengatakan, pada dasarnya tidak ada yang salah dari dua pasal tersebut. Sebab, tiap profesi berhak dilindungi oleh UU keprofesiannya.
"Kita DPR dituding anti kritik dengan pasal penghinaan. Saya mau tanya Husein (wartawan) kamu kalau dikritik marah nggak?," tanya Bambang.
"Selama (kritik) membangun tidak marah. Kalau direndahkan ya pasti akan marah," jawab Wartawan.
"Begitu juga DPR, kita ada anggota DPR tentu merasa terhina kalau direndahkan," ujar Bambang lagi.
Ia kemudian mencontohkan, profesi wartawan dan pengacara dilingungi oleh UU keprofesiannya.
"Saya tanya profesi wartawan juga dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, disebutkan bahwa wartawan tidak bisa dilaporkan kepada penegak hukum atau kepolisian yang bisa menyidangi atau mengadili adalah Dewan Pers. Kalau wartawan boleh kenapa anggota DPR tidak boleh?," tutur Bambang.
Pun demikian dengan profesi advikat yang dilindungi UU Advokat. Advokat tidak bisa dituntut karena pekerjaan yang dijalaninya.
Menurut Bambang, melindungi diri di balik profesi merupakan kebutuhan dasar manusia, yang tidak ingin kehormatannya dijatuhkan.
"Kalau itu diatur dalam UU MD3, apa yang salah? Tidak ada yang salah. Undang-Undang yang kita buat ini adalah kebutuhan dasar manusia, bahwa siapapun warga negara Indonesia yang merasa dirinya terhina itu boleh melaporkannya ke penegak hukum," ujar Bambang.
"Ada delik aduannya, kalau dia punya profesi maka lembaga profesi itulah yang membantu dirinya untuk melaporkan penuntutan. Kalau wartawan ada dewan pers, kalau advokat ada Peradi, kalau DPR ada MKD. Jadi tidak ada yang salah," ujar Bambang menambahkan.