Suara.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali dikecam dunia, karena mengeluarkan pernyataan yang kontroversial.
Termutakhir, seperti dilansir Al Jazeera, Senin (11/2/2018), Duterte dikecam karena memerintahkan tentaranya tidak menembak mati perempuan-perempuan yang bergabung dalam Tentara Rakyat Baru (New People's Army; NPA)—sayap militer Partai Komunis Filipina.
"Seruan kepada seluruh tentara, ini adalah perintah baru," tutur Duterte di depan 200 orang yang diklaimnya sebagai mantan NPA yang menyerah--termasuk 48 perempuan.
"Kami tak akan membunuh kalian. Kami hanya akan menembak vagina kalian," tukas Duterte.
Baca Juga: Apa Manfaatnya Sunat bagi Kesehatan Lelaki?
Perintah Duterte tersebut diketahui dinyatakannya pada Rabu (7/2) pekan lalu.
"Kami hanya akan menembak bagian genital kalian. Jika kalian tak lagi memunyai vagina, maka kalian menjadi orang tak berguna," tambahnya.
Pernyataan misoginistik seperti itu bukan kali pertama diucapkan Duterte. Pada Mei 2017, ia melontarkan lelucon tentara Filipina dibolehkan memerkosa tiga perempuan dan tak bakal dihukum.
Sebulan kemudian, Juni 2017, Duterte kembali melontarkan pernyataan merendahkan kaum perempuan. Kala itu, ia membuat lelucon bakal memerkosa ratu kecantikan ajang Miss Universe.
Sementara Januari 2018, Duterte mengatakan bakal menawarkan 42 perempuan perawan untuk menghibur turis asing yang mengunjungi Filipina.
Baca Juga: Imlek 2018, Ini 4 Shio Tak Bersinar dalam Finansial
Aktivis Partai Gabriela—partai perempuan sayap kiri di parlemen Filipina dan dekat dengan NPA—mengutuk pernyataan Duterte tersebut.
"Perintah tersebut membuktikan bahwa Duterte adalah seorang macho-fasis. Pemerintah Filipina kekinian dikuasai seorang fasis," tegas aktivis Partai Gabriela sekaligus anggota parlemen, Emmi De Jesus.
Sementara lembaga pemantau HAM internasional, Human Rights Watch, menilai pernyataan Duterte tersebut adalah bentuk kekerasan verbal yang melanggar hukum humanitarian internasional.
"Pernyataan Duterte akan menembak vagina perempuan NPA adalah pelanggaran HAM. Pernyataan itu bakal memicu konflik massal, karena dilontarkan saat terjadi konflik," tegas pernyataan sikap HRW.
Kecaman tersebut ternyata ditanggapi tak serius oleh instansi kepresidenan.
Harry Roque, Juru Bicara Duterte, justru menjawab kecaman tersebut memakai lelucon.
"Kalian tahu, pada saat tertentu, para feminis tersebut berlaku sangat berlebihan. Ayolah, ini (pernyataan Duterte) sangat lucu. Tertawa sajalah."
Untuk diketahui, NPA/PKF sejak tahun 1967 mendeklarasikan perang terhadap pemerintah reaksioner Filipina, sebagai jalan pembebasan kaum tani, buruh, perempuan, pemuda, pelajar, dan kaum minoritas.
Mereka menilai, meski rezim silih berganti, namun kebijakan pemerintah tetap tidak pro terhadap rakyat miskin.
Kekinian, hubungan NPA/PKF dengan Duterte kembali memanas, setelah sang presiden membombardir sekolah-sekolah suku minoritas Lumads di selatan Filipina.