Suap Bupati Ngada Jadi Pintu Masuk Bongkar Korupsi di NTT

Selasa, 13 Februari 2018 | 10:45 WIB
Suap Bupati Ngada Jadi Pintu Masuk Bongkar Korupsi di NTT
Bupati Ngada yang juga bakal calon Gubernur NTT Marianus Sae usai menjalani pemeriksaan 1x24 jam di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/2).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Bupati Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Marianus Sae dan Direktur PT Sinar 99 Permai Wilhelmus Iwan Ulumbu sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek-proyek di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ngada.

Kasus yang menjerat Marianus ini diyakini menjadi pintu masuk bagi KPK dalam membongkar kasus-kasus korupsi lainnya di Ngada maupun daerah lain di NTT.

Selain diduga menerima suap terkait proyek pembangunan jalan dan jembatan, Marianus Sae diduga terlibat dalam kasus korupsi di sektor sumber daya alam NTT. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengungkapkan, Marianus menerbitkan 5 Izin Usaha Pertambangan pada 2010 atau tahun yang sama saat dirinya terpilih dilantik sebagai Bupati Ngada untuk periode pertama.

Salah satu perusahaan yang diberikan izin adalah PT Laki Tangguh Indonesia, milik mantan Ketua DPR Setya Novanto dengan luas konsesi mencapai 28.921 hektar.

Marianus yang mencalonkan diri sebagai calon gubernur NTT dengan diusung PDIP dan PKB ini pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri pada 20 September 2013 atas dugaan manipulasi izin tambang PT Laki Tangguh.

Hal ini lantaran Marianus diduga telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan untuk PT Laki Tangguh tanpa adanya surat permohonan tertulis dari perusahaan tersebut.

"Dimana Izin Usaha Pertambangan terbit sebelum adanya permohonan tertulis dari pihak PT Laki Tangguh" kata Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar dalam keterangan persnya, Selasa (13/2/2018).

Tak hanya pertambangan, Marianus juga tercatat menerbitkan Surat Izin Lokasi kepada Perusahaan Perkebunan Kemiri Reutealis Trisperma, PT Bumiampo Investama Sejahtera, anak perusahaan PT Bahtera Hijau Lestari Indonesia (BHLI) seluas 30.000 hektar pada 2011. Izin yang diterbitkan Marianus ini membuat perusahaan mengambil alih lahan masyarakat.

"Akibatnya, lahan masyarakat di Kecamatan Wolomeze diambilalih, hutan produksi masyarakat ditebang seenaknya," katanya.

Selain di Ngada, terdapat sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat baik di tingkat kabupaten dan kota lainnya maupun di tingkat Provinsi NTT. Namun, kasus-kasus dugaan korupsi di NTT tersebut seolah tenggelam dan prosesnya tak pernah hingga tuntas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI