Suara.com - Terdakwa Setya Novanto disebut sempat menginstruksikan anggota Fraksi Golkar di DPR untuk mengawal proyek KTP elektronik. Saat pembahasan perencanaan anggaran proyek senilai Rp5,9 triliun itu, Novanto diketahui menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.
Anggota DPR, Agun Gunandjar yang dihadirkan sebagai saksi di sidang lanjutan perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto membeberkan hal tersebut. Menurutnya, pembahasan awal e-KTP di DPR, khususnya antara Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri berjalan normal.
"Tidak ada pembahasan-pembahasan yang sifatnya sampai deadlock, macet tapi berjalan normal berdebatan terjadi, konteks perencanaan anggaran cukup baik, normal-normal saja, tidak ada melihat kegiatan seperti lobi-lobi," katanya di gedung pengadilan tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat (Senin, 12/2/ 2018).
Agun yang saat itu juga anggota Komisi II mengaku berinisiatif melaporkan perkembangan pembahasan terkait proyek senilai Rp5,9 trliun itu kepada Novanto. Ia juga melaporkan perkembangan berbagai pembahasan undang-undang terkait pemerintahan dan daerah dengan Kemendagri ke Novanto.
Saat disampaikan soal perkembangan proyek e-KTP kata Agun, Novanto hanya mengapresiasi singkat. Namun, Novanto juga memberikan instruksi agar proyek e-KTP harus tetap dikawal.
"(Novanto) hanya mengatakan untuk tetap kontrol, awasi, jangan sampai anggota DPR cawe-cawe dan sebagainya, supaya proyek ini sukses, dan memang kita keras fungsi pengawasan," kata Agun.
Jaksa kemudian mengkonfirmasi soal cawe-cawe yang dimaksud oleh Agun. Ia menjelaskan, saat itu sudah berembus kabar jika ada yang tak beres dalam proyek tersebut.
"Waktu Irman (mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri) tersangka sudah dari awal ramai, jadi saya tangkap perintah itu DPR jangan cawe-cawe masuk ke areal-areal di luar fungsi pengawasan itu. Jadi, harus sesuai dengan aturan," katanya.
Sebelumnya Novanto didakwa mengintervensi pembahasan proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik.Dalam surat dakwaan, Novanto disebut ikut mengatur proyek yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu. Intervensi itu dilakukan Novanto melalui perpanjangan tangannya, Andi Agustinus alias Andi Narogong.