Suara.com - Sabtu (10/2) malam akhir pekan lalu, Mistaji menerima telepon dari Suliyono, anak ketiganya yang pergi ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Itu adalah percakapan singkat. Ia tak menyangka, keesokan hari, buah hatinya menebar teror di Gereja Santa Lidwina, Bedog, Kabupaten Sleman.
Dalam percakapan via telepon itu, seperti dilansir Harian Jogja—jaringan Suara.com, Senin (12/2/2018), si anak menanyakan kabar dan kesehatan keluarga.
“Saya bilang sehat semua,” ucap Mistaji di rumahnya, Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (11/2/2018).
Mistaji kemudian meminta Suliyono segara pulang untuk menikah. Namun, permintaan itu ditampik. “Dia ingin menikah dengan bidadari.”
Baca Juga: Astra Kucurkan Rp2 Triliun untuk Go-Jek
Tak jelas benar apa yang dimaksud bidadari oleh Suliyono, apakah kiasan untuk perempuan jelita atau gambarannya tentang sosok surgawi.
Mengamuk
Minggu pagi sekitar pukul 07.30 WIB, si pendamba bidadari menghunus pedang di halaman Gereja St Lidwina, Jl Jambon, Sleman.
Kerpus membungkus rambutnya. Dia mengamuk. Sasaran pertamanya adalah Martinus Parmadi Subiantara, anggota jemaat gereja yang sedang menjaga cucunya di regol gereja. Punggung Parmadi kena sabetan pedang.
“Tahu-tahu ada orang masuk, lepas jaket dan langsung menyerang. Dia cuma bawa tas selempang. Setelah itu saya tahu karena dia lari ke dalam,” ucap Marsigit, pria sepuh berumur 60 tahun yang tengah duduk bersama istrinya di luar gereja ketika Suliyono mempertontonkan kebengisan.
Baca Juga: Rayakan Hattrick, Ronaldo Pilih Nongkrong Bareng Jawara UFC
Suliyono masuk gereja sambil mengacung-acungkan pedangnya dan menuju altar. Dia menghampiri Romo Karl Edmund Prier yang memimpin misa. Keheningan pun terkoyak.
Beberapa orang berusaha menghalangi langkah Suliyono, tetapi mereka tak berdaya. Suliyono menyabetkan pedang ke kepala Budijono. Darah muncrat ke lantai.
Suliyono juga mengayunkan pedang ke dahi Yohanes Tri. Jemaat berhamburan, berlarian keluar gereja ditingkahi pekikan kepanikan. “Ada orang ngamuk-ngamuk!”
Sebagian orang masih bertahan di dalam ruangan, mencoba meringkus pembuat onar sekaligus melindungi Romo Pier. Namun, pedang di tangan Suliyono terlampau menakutkan.
Suliyono kemudian menyerang Romo Prier. Pastor itu terkulai. Kepalanya sobek. Suliyono menguasai altar dan mengobrak-abrik meja, kursi, dan mengayunkan pedangnya ke patung Yesus dan Bunda Maria.
Dilumpuhkan
Di luar gereja, warga sekitar mulai berkerumun. Pintu gereja ditutup. Suyono, penduduk di sekitar Gereja St. Lidwina yang berada di kelimunan memberanikan diri masuk.
Dia membawa batu untuk menimpuk penyerang. Di saat bersamaan, Aiptu Munir yang berdinas di Polsek Gamping datang dan mencoba menenangkan Suliyono yang sudah kalap. Perundingan tak berbuah.
“Saya kemudian melemparkan batu, mengenai tangan pelaku. Pedangnya sempat lepas, tetapi karena diikat dengan tangan, jadi tidak terjatuh,” kata Suyono.
Suliyono tambah beringas. Aiptu Munir lantas melepaskan tembakan peringatan. Suliyono tak gentar dan berupaya menerjang Aiptu Munir.
Dor. Pelor meluncur dari bedil Aiptu Munir, bersarang di kaki kiri Suliyono. Alih-alih lumpuh, Suliyono malah semakin bengis. Dia berlari untuk menyerang Munir yang mundur ke arah pintu keluar.
Sambil berkelit dari amukan Suliyono, Munir kembali menarik pelatuk. Tangan Munir tersayat pedang. Sementara, peluru sudah meluncur ke kaki kanan Suliyono.
Suliyono ambruk. Jemaat dan warga akhirnya bebas dari ketakutan. Mereka meringkus Suliyono dan membawanya ke Rumah Sakit Akademik UGM.
Kapolda DIY Brigjend Ahmad Dofiri mengatakan, Suliyono sempat kritis, dan dipindahkan ke Rumah Sakit Bhayangkara. Lima korban penyerangan Suliyono juga dilarikan ke Rumah Sakit Akademik UGM dan kemudian dirujuk ke dua rumah sakit berbeda.
Aiptu Munir dipindah ke Rumah Sakit Bhayangkara, sedangkan Romo Prier, Martinus Parmadi Subiantara, Yohanes Tri dan Budijono ke Rumah Sakit Panti Rapih.
Keluarga Kaget
Selang beberapa jam setelah obralan singkat di telepon tentang kesehatan keluarga dan keinginan Suliyono mempersunting bidadari, Mustaji kembali mendapat kabar tentang anaknya.
Kali ini berita buruk.
Suliyono, pemuda yang lahir pada 16 Maret 1995, diberitakan menyerang jemaat gereja.
“Saya tahu itu dari perangkat desa sama tokoh masyarakat,” ujar Mistaji.
Dia tak menyangka anaknya bisa senekat dan sebrutal itu. “Kaget. Saya bingung sekarang. Saya hanya bisa pasrah. Semoga tidak ada apa-apa.”
Mustaji mengenal Suliyono sebagai anak pendiam dan tak banyak tingkah. Tetangganya juga memandang Suliyono sebagai sosok baik.
“Dia selalu menyapa ketika berpapasan dengan tetangga. Kami tidak menyangka,” ujar Yono, tetangga Mustaji.
Kebaikan di Kandangan itu nyatanya tak menyebar. Suliyono malah menunjukkan kebrutalan, tanpa alasan yang benar-benar jelas sampai sekarang.
“Pelaku sementara belum bisa dimintai keterangan. Nanti setelah kondisi stabil kita interogasi lebih mendalam. Motif belum diketahui, nanti menunggu pelaku stabil,” ucap Kapolda DIY Ahmad Dofiri.
Berdasarkan informasi dari kepolisian, Suliyono baru lima hari berada di DIY, dia tinggal berpindah-pindah di beberapa masjid.
Berita ini kali pertama diterbitkan Harianjogja.com dengan judul "Horor dari Pendamba Bidadari"