Sebelumnya, regulasi media cetak diatur ketat melalui Permenpen No.01/Per/Menpen/1984 Tentang Ketentuan-Ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers. Ketentuan soal SIUPP ini juga akhirnya dicabut oleh Pemerintah pada tahun 1999. Tapi HPN tetap 9 Februari mengacu hari lahir PWI. Padahal saat ini organisasi wartawan bukan cuma PWI.
Bagir menilai, bahwa gejolak ingin keluar dari kungkungan PWI itu masuk akal karena saat ini organisasi wartawan tidak tunggal.
Dia paham gejolak penggantian tanggal itu, dipicu oleh ulah Ketua PWI Margiono yang tidak memiliki etika yang kuat karena terjun ke politik praktis sebagai calon bupati Tulungagung tapi masih menjabat ketua PWI, sehingga mencederai etika independensi wartawan dan menjatuhkan kredibilitasnya.
“Ya Margiono merasa perlu untuk tampil pidato di depan presiden, dengan memberikan pujian supaya mencerminkan bahwa dia mendukung Jokowi dan berharap dapat dukungan pencalonannya,” kata Bagir.
Baca Juga: Aston Martin Tua Elton John Dilelang, Bisa Laku Hingga Rp4 Miliar
Tapi, alih-alih memanfaatkan pidato yang elegan, Bagir menilai Ketua PWI malah melakukan stand-up comedy.
“Saya sedih, kok kepala institusi wartawan seperti itu,” tambahnya sambil mengelus dada.
Sejatinya, kata dia, pertemuan di Solo pada 1949 itu bukan cuma membahas soal PWI, tapi kali pertama membahas tentang pers perjuangan.
"Hanya kebetulan saja bareng acara PWI, tapi justru ajang pembahasan penting untuk tonggak perjalanan dunia kewartawanan berikutnya," tukasnya.
Bagir tidak bisa menyepakati mana yang lebih pas apakah Februari atau November pelaksanaan yang sesuai. Masing-masing memiliki alasan dan landasan yang bisa diperdebatkan.
Baca Juga: Perjudian Lini Belakang Sukses, Valverde Puji Duet Mina - Digne
“Kalau paling gampang kapan tonggak pers, tapi tidak ketemu titiknya, bagaimana kalau HPN disamakan dengan sejak Republik ini berdiri saja, 17 Agustus,” katanya tersenyum.