Suara.com - Kekhusyukan dua ratus jemaat Gereja Katolik Roma Santa Lidwina, dalam perayaan ekaristi Minggu (11/2) pagi, mendadak berubah menjadi keriuhan yang mencekam.
Seorang pemuda menyeruak masuk sembari mengayun-ayunkan pedang. Darah tercecer tepat setelah madah kemuliaan.
Suliyono, pemuda yang baru berusia 23 tahun berbaju hitam dan menyandang tas ransel tersebut, mendadak menyerang dan menebas siapa pun yang didapatinya di area gereja memakai pedang.
“Saya adalah salah satu korbannya. Saya terkena bacokan di punggung,” kata Martinus Permadi, Koster Pasturan St Lidwina Bedog, kepada Suara.com melalui telepon, Minggu siang.
Baca Juga: Newcastle Tekuk Manchester United, Benitez Puji Performa Dubravka
Sebagai koster, dalam misa, Permadi berada di depan pintu utama gereja di Jalan Jambon Trihanggo Nomor 3 Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tersebut.
Ia kaget saat melihat seorang pemuda mendadak memasuki area gereja sembari menenteng pedang sepanjang 1 meter.
"Misa baru mulai. Awalnya baik-baik saja. Tapi setelah madah kemuliaan, dia datang dari luar gereja sembari membawa pedang dan tas hitam. Saya sempat menahannya, dia malah menyerang," tuturnya.
Permadi sempat panik, karena laki-laki itu tanpa ba-bi-bu langsung mengarahkan pedang ke arah kepalanya. Beruntung ia sempat mengindari tebasan mematikan tersebut, sehingga hanya menyabet punggungnya.
Darah mengucur, sementara jemaat yang berada di bawah kanopi depan gereja berhampuran menyelamatkan diri.
Baca Juga: Myanmar Akan Tindak Tentara Terlibat Pembunuhan Warga Rohingya
Penggal Patung
Permadi tak kuasa menahan laju Suliyono yang memasang tampang beringas. Alhasil, pemuda itu mampu menerobos masuk ke dalam gereja.
Sesaat memasuki gereja, kata Permadi, Suliyono kembali mengayunkan pedang ke arah jemaat. Ratusan orang tersebut syok dan segera lari menyelamatkan diri ke luar.
Tapi nahas, satu jemaat bernama Budijono masuk dalam jangkauan pedang panjang Suliyono. Kepalanya terkena bacokan.
Tak puas, Suliyono berganti sasaran. Ia memenggal patung Yesus dan Bunda Maria yang berada di dekat koor.
"Selain patung, perabotan gereja juga dia rusak. Setelahnya, dia menuju depan altar. Ada Romo Prier (Pastor Karl Edmund Prier SJ), yang tetap bertahan di dalam gereja. Romo Prier akhirnya menjadi korban," jelas Permadi.
Jemaat yang berhasil menyelamatkan diri langsung menelepon Polsek Gamping. Tak lama, Aiptu Munir datang dan langsung masuk ke dalam gereja untuk meminta Suliyono menyerah.
Ngamuk Meski Ditembak
Danang mengatakan, karena pelaku terus mengamuk maka umat kemudian diminta keluar dan pelaku dikurung di dalam gedung gereja.
"Namun orang itu tidak mau menyerah, maka langsung dilumpuhkan dengan tembakan pada kakinya," kata Danang Jaya, jemaat yang menyaksikan kejadian.
Ia mengatakan, meski pelaku sudah ditembak kakinya, Suliyono tetap mampu berdiri dan menyerang Aiptu Munir.
"Petugas polisi tersebut sampai jatuh dan hampir terkena sabetan pedang. Akhirnya ditembak lagi," katanya.
Setelah dilumpuhkan memakai tembakan, massa yang ada di luar gereja langsung masuk dan menangkap korban beramai-ramai dan membawanya keluar.
Suliyono lantas dibawa ke Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada. Kemudian, ia dievakuasi ke RS Bhayangkara Kalasan.
"Pelaku ditembak di kaki kiri dan kanan. Kami pindahkan ke RS Bhayangkara untuk memudahkan penyelidikan," kata Kapolres Sleman Ajun Komisaris Besar M Firman Lukmanul Hakim, seperti dilansir Harian Jogja.
Sementara keempat korban, langsung dilarikan ke RS Panti Rapih. Minggu malam, satu korban sudah dibolehkan pulang.
Mau Nikahi Bidadari
Firman mengakui, polisi masih bekerja keras untuk mengungkap motif dibalik penyerangan tersebut. Ia mengatakan, pihaknya akan cepat menuntaskan kasus tersebut.
"Dia warga Banyuwangi, bukan asli Sleman. Di Yogyakarta, pelaku diketahui selalu berpindah-pindah tempat tinggal, itu keterangan yang sementara berhasil kami dapatkan," kata Firman.
Hasil pemeriksaan sementara, lokasi tinggal pelaku Suliono tidak jelas. Tempat tinggalnya berpindah pindah.
Sementara nun jauh di Banyuwangi, persisnya di kampung halaman Suliyono, Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, sang ayah mengungkapkan kecenderungan mistik si anak.
"Terakhir berkomunikasi melalui telepon. Dia cuma menanyakan kabar saya dan keluarga," kata Mistaji (58), ayah Suliyono.
Ia mengakui, sempat meminta buah hatinya itu pulang ke kampung halaman. Tapi, Suliyono mentah-mentah menolak permintaan sang ayah.
"Saya juga sempat meminta dia segera menikah. Dia justru menjawab mau menikah dengan bidadari. Ya, dia juga bilang mau menyelesaikan pelajarannya agamanya dulu di pondok," terangnya.
Jangan Terprovokasi
Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubyatmoko menyesalkan insiden penyerangan terhadap jemaat Gereja Katolik Santa Lidwina.
Kendati demikian, lelaki yang akrab disapa Romo Ruby itu meminta kepada seluruh umat Katolik agar tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi terhadap aksi itu.
Romo Ruby meminta seluruh umat dan warga Yogya tidak terprovokasi dengan insiden penyerangan gereja itu.
Dalam keterangan resmi melalui aplikasi Whatsapp messenger (WA) yag dikutip Madiunpos, Romo Ruby meminta insiden itu dijadikan pelajaran agar tetap menjaga suasana aman dan damai di Indonesia.
“Para Romo lan para kadang ingkang kula tresnani. Mangga ngadhepi kahanan ing Ngayojakarta kanthi manah ingkang adhem [Para Rama dan teman yang saya cintai. Mari menghadapi keadaan di Jogja dengan sikap yang damai,” tulis Romo Ruby dalam bahasa Jawa.
Romo Ruby juga mendorong pemerintah setempat untuk menyelesiakan kasus tersebut. Ia juga mengajak umat Katolik untuk tetap sabar dan melanjutkan aktivitas seperti biasa.
“Sampun ngantos umat lan masyarakat sami papudon tanpa jluntrung. Ugi sampun ngantos pasamuwan suci diedu kaliyan pemerintah. Pramila kula ngajak Panjenengan sedaya kangge lerem manahipun,” kata Romo Ruby.
Sultan Sedih
Kesedihan juga dirasakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, setelah Gereja St Lidwina diserang.
"Saya sangat sedih dan menyesali kenapa ini mesti terjadi. Bagi saya ini peristiwa yang tidak boleh terjadi lagi," kata Sultan seusai menjenguk tiga korban di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, Minggu malam seperti dikutip dari Antara.
Menurut Sultan, aksi penyerangan itu sama sekali tidak mencerminkan karakter asli warga Yogyakarta. Pasalnya, kerja sama dan gotong royong antarsesama warga selama ini telah menjadi budaya yang terus dirawat di Kota Gudeg itu.
"Saya tidak memahami dan tidak mengerti kenapa ada perbuatan yang keji tanpa ada rasa kemanusiaan. Jelas itu bukan karakter kita warga Yogyakarta," kata Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.
Sultan mengatakan, toleransi antarumat beragama tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan memerlukan kesadaran bersama. Dengan kesadaran itu semestinya semua pihak bisa saling menjaga satu sama lain.
"Khususnya bagi warga masyarakat Katolik maupun korban, saya mohon maaf. Biarpun kami sudah koordinasi dengan aparat keamanan tetapi peristiwa itu tetap terjadi," kata dia.
Menindaklanjuti peristiwa itu, Sultan mengaku telah menggelar rapat koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Melalui rapat koordinasi itu ia meminta para pimpinan daerah, Forum Kerukuman Umat Beragama (FKUB), serta organisasi masyarakat untuk menjamin kejadian serupa tidak terulang kembali.
"Bahwa kita sudah sepakat apa pun perbedaan agama yang diyakini harus saling dihargai. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga harus bisa menjamin kebebasan dalam melaksanakan ibadah," tandasnya