Suara.com - Gus Dur, tak hanya dikenal sebagai Presiden RI yang kontroversial, karena kebijakan-kebijakan populisnya. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang getol mempromosikan toleransi antarumat beragama dan pluralisme. Karena itu pula, ia sangat dihormati oleh warga etnis Tionghoa Indonesia.
Bangunan tua di Gang Pinggir, Kranggan, Semarang, itu tampak ramai saat jurnalis Semarangpos.com—jaringan Suara.com mengunjunginya, Rabu (7/2/2018) siang.
Beberapa orang lanjut usia (lansia) yang tergabung dalam Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong atau Rasa Dharma terlihat menggelar aktivitas sosial di gedung yang sudah berdiri sejak 1876 itu.
Seperti layaknya bangunan lain milik masyarakat Tionghoa, gedung yang dikenal dengan nama Gedung Rasa Dharma itu juga terdapat tempat sembahyang di dalamnya.
Baca Juga: Simic Hattrick, Teco Angkat Topi
Uniknya, di tempat pemujaan itu terdapat sebuah papan kayu nisan bertuliskan Kiai Haji Abdurrahman Wahid, atau yang populer dengan sapaan Gus Dur.
Nama Presiden ke-4 RI itu tertulis dengan tinta berwarna emas pada papan kayu nisan tersebut.
Seorang pengurus Gedung Rasa Dharma, Lie Rizki Kencana Dewi atau yang akrab disapa Dewi Amor, menyebutkan Gus Dur memang sangat disegani oleh masyarakat Tionghoa, tak terkecuali yang tinggal di Pecinan, Semarang.
Peran Gus Dur dalam mengakomodasi perayaan Tahun Baru China atau Imlek menjadi hari libur nasional, sehingga bisa dirayakan secara terbuka layak diapresiasi.
“Papan nisan di altar pemujaan itu bukan untuk disembah. Hanya sebagai bentuk penghormatan kami pada beliau,” ujar Dewi saat berbincang dengan Semarangpos.com di Gedung Rasa Dharma, Rabu.
Baca Juga: Persija Berpeluang Besar ke Final, Teco Ogah Jemawa
Peran Gus Dur dalam mengakomodasi perayaan Imlek memang patut diacungi jempol.