Suara.com - Kepala Dinas Sumber Daya Air Jakarta Teguh Hendrawan mengatakan program normalisasi sungai dan naturalisasi sama-sama akan memindahkan warga yang tinggal di bantaran kali Ciliwung.
Tetapi, Teguh tidak mau menggunakan kata "gusur". Dia lebih suka menyebutnya merelokasi warga bantaran sungai ke rumah susun sederhana sewa.
"Kalau proses normalisasi, naturalisasi artinya bukan menggusur. Merelokasi warga ke tempat yang sesuai. Harus dibedakan. Kalau menggusur kan bahasanya terlalu ini (kasar)," ujar Teguh di Balai Kota Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Istilah naturalisasi sungai digunakan Gubernur Jakarta Anies Rasyid Baswedan untuk mencegah banjir di ibu kota. Anies tidak ingin menyebutnya normalisasi sungai. Program normalisasi sungai sebelumnya sudah ada pada era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Baca Juga: Anies Kaget 'Ibunya' Juga Ikut Jadi Korban Banjir
Warga yang tinggal di bantaran kali Ciliwung, kata Teguh, kebanyakan tidak memiliki sertifikat hak milik.
Untuk program naturalisasi, Teguh akan tetap menggunakan sheet pile atau tiang pancang. Ia menyebut dengan menggunakan tiang pancang akan lebih kuat dan digunakan oleh negara-negara di Eropa.
"Kalau untuk kapasitas seperti kali di Jakarta tentunya butuh sheet pile, memang kita lihat kekuatannya. Memang ada pemilihan, kami mau lihat secara estetika alam natural atau kami mau lihat kekuatannya," kata Teguh.
"Kalau memang menurut saya sih ya, kalau di lihat dari kondisi kami tentunya butuh kekuatan dulu. Ya kan bahkan di negara Eropa di negara-negara maju kan dilihat kekuatan dulu. Baru nanti bicara tinggal di desainnya," Teguh menambahkan.
Baca Juga: Banjir Surut, Giliran Kutu Air Serbu Warga Kampung Arus Cawang