Suara.com - Sejak Subuh, Hajah Sutria sudah memulai aktifitasnya mengolah sayuran yang tersisa di dalam kulkasnya. Sebagian sayur tersebut ada yang dibuang lantaran tidak lagi bisa digunakan.
Pascabanjir tiga hari lalu, Senin (5/2/2018), listrik di Jalan Kalibata Raya masih dipadamkan. Karena itu, dirinya tidak bisa terlampau lama menyimpan bahan makanannya.
Saat cuaca kembali mendung, Kamis (8/2), nenek berusia 60 tahun tersebut menjaga warung sambil mengupas bawang didepan rumah kontrakanya yang berukukan 4x4meter.
Baca Juga: Dinding Underpass Bandara Soetta Roboh, Polisi Periksa PT Waskita
Berbagai jenis kopi instan tergantung menutupi jendela tempat tinggalnya. Di atas meja, tersedia pula pisang goreng dan kue jenis Nagasari yang tertutup kertas nasi.
Lauk yang disajikan saat itu hanya terong, telur sambal, dan ikan asin.
“Saya baru bisa berjualan hari ini. Ya seadanya saja. Menggunakan bahan yang masih bisa digunakan dari kulkas. Harus jualan biar punya uang, kalau tidak jualan, gak bisa dapat uang,”kata Sutria kepada Suara.com, Kamis (8/2/2018).
Suami dan keempat anak Sutria sudah meninggal dunia. Karena itu, pada usianya yang renta, dia masih harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Pertama, anak perempuannya meninggal saat usia 1,5 tahun. Kemudian, anak laki-lakinya wafat pada usia 21 tahun, saat Sutria masih bekerja di Arab Saudi sebagai TKW.
Baca Juga: Sebulan Buka Pemesanan, Inden Wuling Cortez Sentuh 600 Unit
11 tahun lalu pun suami Sutria pergi meninggalkannya karena serangan jantung.
“ Sekarang saya sudah tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa lagi. Kalau saja anak dan suami saya masih ada, pasti saya tidak perlu bersusah payah mencari uang,” ujarnya.
Sutria tidak segan berbagi kisahnya pada masa lalu, saat masih bekerja di negeri Raja Salman selama 10 tahun.
Ia mengungkapkan, dari hasil menjadi TKI, sempat membangun rumah di kampung kelahirannya, Tegal.
Namun, rumah miliknya itu tak dapat ia nikmati. Saudara yang ia percaya untuk menjaga rumah tersebut justru sengaja menggadaikannya ke bank hingga akhirnya rumah itu pun disita.
Sutria menangis mengingat kejadian tersebut. Ia mengakui sempat meminta pertanggung jawaban saudaranya tersebut. Namun, sulit sekali. Malah dirinya yang mendapat makian.
“Sedih saya, tidak menyangka orang terdekat saya bisa tega berbuat demikian,” ujar dia sambil mengusap air matanya.
Kini, ia hanya bisa menjalani hari-harinya dengan tegar. Baginya meski saat ini hidup sebatang kara, banyak warga disekitar yang menyayanginya.