Suara.com - “Sudah jatuh tertimpa tangga pula”, petitih tersebut tepat untuk mengiaskan kegetiran hidup Harti, warga Jalan Kalibata Raya RT2/RW 7 Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan.
Harti kehilangan seluruh harta bendanya saat banjir tanpa ampun menerjang dan menyapu bersih seisi rumah yang dikontraknya, Senin (5/2/2018).
Padahal, Harti tengah berupaya bangkit dari keterpurukan perekonomian karena baru kehilangan mata pencarian.
Perempuan berusia 61 tahun itu tampak beristirahat setelah membersihkan lumpur cokelat pekat di dalam bilik kontrakannya, saat disambangi jurnalis Suara.com, Selasa (6/2) siang.
Baca Juga: Banjir Jakarta Tak Seleher, Warga: Berkat Pengorbanan Pak Ahok
”Harta benda yang saya punya habis semua. Tinggal baju yang melekat di badan ini,” tuturnya.
Sejak Selasa pagi, Harti sudah mengerahkan seluruh tenaga untuk membersihkan tempat tinggalnya. Namun, tak satu pun perabot maupun harta lain Harti yang ada di dalam kontrakan tersebut.
Semua kasur, lemari hingga semua baju terendam lumpur, tak lagi bisa dipakai. Barang elektronik seperti mesin pemanas air, alat penanak nasi, juga ikut rusak
“Banjir hingga atap, saya sama sekali tidak bisa menyelamatkan barang-barang saya. Habis semuanya,” ujar Harti.
Ia tinggal di kontrakan dengan ukuran 4x4 meter bersama seorang anak bungsunya yang berusia 17 tahun.
Baca Juga: Menyinggung Fans Espanyol, Pique Terancam Skorsing
Ibu paruh baya yang sudah memiliki 11 cucu tersebut mengakui baru kehilangan pekerjaan.
Dia selama ini berdagang ikan asin dekat rumahnya. Namun, Harti sudah tidak dapat berjualan lagi lantaran pemilik toko tak ingin meneruskan sewanya.
“Sejak tiga bulan lalu saya tidak bisa berjualan, lantaran pemilik kios tidak mau menerusnya lagi sewa tempatnya,” katanya, sambil menahan sedih.
Penghasilan dari berjualannya selama ini hanya mencukupi kebutuhan sehari-harinya dan membayar kontrakan yang ia tempati.
“Mau tidak mau saya harus kembali mengumpulkan uang untuk membeli barang-barang. Susah. Apalagi saya saat ini sudah tidak memiliki pekerjaan,” katanya yang sudah tinggal di sana sejak tahun 1995.
Nenek yang masih terlihat energik dengan potongan rambut pendek ini mengakui tidak mau berputus asa. Ia berharap segera mendapatkan tempat untuk dirinya dapat kembali berdagang.
“Ya, mudah-mudahan nanti segera dapat tempat lagi untuk berjualan. Biar bisa mengumpulkan uang lagi untuk beli barang-barang yang amat dibutuhkan seperti baju. Baju saya semua sudah habis. Kotor penuh lumpur. Sulit dibersihkan,” ungkapnya.
Ia mengakui enggan meninggalkan tempat tersebut, karena sudah nyaman berada dilingkunganya, meski sudah berulang diterpa banjir.
“Warga di sini sudah seperti keluarga. Anak-anak saya jauh. Dengan ada di dekat mereka, saya merasa tidak sendiri,” ungkapnya sembari berlalu dari tempat duduknya.