Suara.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengakui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang tengah digarap di DPR mendapatkan banyak sorotan publik. Itu dikarenakan belum ada penjelasan secara komprehensif terkait RKUHP.
"Beberapa hal yang menjadi sorotan antara lain, itu bukan karena elemen masyarakat ikuti secara keseluruhan tapi karena mereka belum mendapat penjelasan," kata Arsul di DPR, Jakarta, Senin (5/1/2018).
Arsul mencontohkan salah satu hal yang mendapat banyak pertanyaan yaitu pasal larangan penyebaran alat kontrasepsi oleh para tenaga medis kepada masyarakat.
Menurut Arsul, jika ada masyarakat yang menilai bahwa pasal tersebut dapat mengkriminalisasi tenaga medis, berarti orang tersebut hanya membaca pasal saja. Tanpa melihat penjelasan atas pasal tersebut.
Baca Juga: Pimpinan DPR Setuju Pasal Penghinaan Presiden Masuk RKUHP
"Itu tidak baca penjelasannya, nggak baca risalah pembahasannya, bahwa pasal itu tak akan mengkriminalisasi para tenaga kesehatan, dokter, bidan bahkan dukun bayi," ujar Arsul.
Hal semacam ini yang mesti dijawab secara bijak oleh para anggota DPR maupun orang-orang yang paham akan substansi pasal tersebut.
Penjelasan dapat dilakukan dengan memanfaatkan media sosial atau diskusi publik bahwa pasal tersebut bukan untuk mengkriminalisasi para tenaga medis yang menyebatkan alat kontrasepsi.
Selain itu, pasal yang juga menjadi sorotan yaitu mengenai penghinaan kepada presiden dan wakil presiden.
Kata Arsul, yang berubah dari pasal tersebut hanya sebatas deliknya saja, dari yang semula delik umum dan biasa menjadi delik aduan.
Baca Juga: Meski Molor, KPK Harap RUU KUHP Perkuat Pemberantasan Korupsi
"Tapi kalau tuntutannya pasal penghinaan presiden dan wakil presiden ini harus dihilangkan, kami jelaskan bahwa itu tidak make sense ketika dibawa atau bagian lain dari KUHP ini mengatur tentang pemidanaan terhadap penghinaan pada presiden atau kepala negara lain yang sedang berkunjung kesini," tutur Arsul.