Derita Buruh di Balik Tragedi Crane DDT yang Ambruk di Jatinegara

Minggu, 04 Februari 2018 | 17:06 WIB
Derita Buruh di Balik Tragedi Crane DDT yang Ambruk di Jatinegara
Lokasi crane proyek double-double track kereta cepat yang jatuh [suara.com/Dian Kusumo Hapsari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perusahaan kontraktor proyek double-double track ‎(DDT) kereta rute Manggarai-Jatinegara di ruas Jatinegara, Jakarta Timur, diduga melanggar aturan ketenagakerjaan.

Dugaan itu menyusul kasus kecelakaan kerja jatuhnya alat berat (crane) proyek fasilitas perkeretaapian di Jalan Permata RT 014/06 Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur pada Minggu (4/2/2018) pagi.

Salah satu dugaan pelanggarannya adalah, pekerja konstruksi disuruh bekerja melampaui jam kerja. Bahkan, kontraktor mempekerjakan buruh yang belum memunyai keahlian dan terlatih dengan bayaran murah.

Baca Juga: Tak Diunggulkan, Greysia / Apriyani Sukses Juara India Open 2018

Hal ini diungkapkan oleh Anto (35), warga Manggarai. Ia mengakui teman-temannya yang bekerja di proyek itu tak jarang terus beraktivitas dari pagi sampai petang.

"Teman saya banyak yang kerja di proyek ini. Mereka bekerja mulai jam 9 pagi sampai jam 6 sore. Bahkan, mereka sering lembur sampai jam 3 pagi. Tapi ada yang masuk shift malam," kata Anto dalam perbincangan dengan Suara.com di lokasi.

Anto mengakui sempat bekerja di proyek itu sebagai buruh kasar. Namun, ia tak kuat karena pekerjaannya terlalu berat. Kekinian, ia sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir di kawasan Manggarai.

"Dulu ikut (bekerja), tapi nggak kuat tenaganya. Mendingan kerja di parkiran saja, paling kena jatah (pungutan liar; pungli)," ujar dia.

Dia menuturkan, sering nongkrong di lokasi proyek bersama para pekerja bangunan, sewaktu jam istirahat kerja.

Baca Juga: Tak Cuma Menyehatkan, Ini Lima Fakta Mengejutkan Tertawa

Karenanya, ia banyak mengenal para pekerja proyek tersebut. Bahkan, ia mengetahui ada pekerja proyek itu bekas pemulung.

"Pemulung di sini ada yang kerja di proyek ini. Asal ada ijazah sekolah SMP saja bisa kerja di sini. Kan di sini diajarin cara mengelas, diajarin cara membuka besi beton, tapi susah, besi beton gitu ditanam," kata dia.

Dia menambahkan, para pekerja di proyek ini upahnya dibayar per hari dan dapat jatah makan sekali. Namun, tak ada jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan atau jaminan kesehatan.

"Sehari dihitungnya Rp200 ribu," ungkapnya.

Sebelumnya, Kasubdit Penyidikan Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan Agus Subekti menilai kecekaan kerja dengan jatuhnya crane yang menimpa empat pekerja tewas dan satu luka itu diduga kuat ada unsur pelanggaran ketenagakerjaan.

Namun, Agus belum bisa menentukan siapa yang akan bertanggung jawab dalam kasus kecelakaan kerja itu.

"Ini kan ada SOP (standar prosedur) yang tidak dijalan kan, begitu kan ya. Namanya kecelakaan kerja pasti ada yang dilanggar kan persyaratan-persyaratannya," kata Agus ditemui di lokasi.

Tapi, pihak kontraktor, baik main-cont atau kontraktor utama maupun subcont hingga Minggu sore, belum bisa dimintakan keterangan oleh pihak Kemenaker.

Pihak kontraktor akan dipanggil dan diperiksa besok oleh Kemenaker dan Dinas Ketenagakerjaan DKI. Kontraktor utama proyek ini adalah PT Hutama Karya (Persero).

"Tadi kan kami sudah melihat visual. Ini kan kami mau memintai keterangan dari main cont dan subcont-nya yang melaksanakan. Tapi baru besok kami mintai keterangan, kalau hari ini mereka semua mau menuju rumah sakit (mengurus korban)," terangnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI