Paulus Tannos Diteror, Lalu Pindah ke Singapura

Kamis, 01 Februari 2018 | 14:50 WIB
Paulus Tannos Diteror, Lalu Pindah ke Singapura
Sidang kesaksian Hotma Sitmpul [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Pengacara Hotma Sitompul bilang pengusaha Paulus Tannos pernah diteror ketika proyek e-KTP berlangsung. Teror itu diduga ada kaitan dengan proyek senilai Rp5,9 triliun.

Paulus merupakan pemilik PT. Sandipala Arthaputra. Ini perusahaan pelaksana proyek yang tergabung dalam konsorsium PNRI.

"Suatu malam Paulus dengan keluarganya datang ke rumah saya dan katakan rumahnya diserbu orang banyak. Dia minta bantuan saya," kata Hotma dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran , Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2018).

Hotma mengatakan itu berawal dari hakim Emilia Subagja menanyakan hubungan Hotma dengan Paulus. Emilia kemudian menanyakan teror itu.

Pada waktu bertemu Hotma, Paulus menyebut salah satu nama yang diduga mendalangi teror. Tapi Hotma tak mau menyebutkan nama itu di persidangan.

"Karena ini dugaan saya keberatan disampaikan di sini, tapi karena saya selidiki ternyata tak ada di situ," katanya.

Setelah diteror, keluarga Paulus memutuskan pindah ke Singapura. Baru setelah itu pergi dari Indonesia, Paulus tak diteror lagi.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan sebelumnya, Setya Novanto disebut menerima 7,3 juta dollar AS dari pengusaha pelaksana proyek e-KTP, diduga termasuk dari perusahaan Paulus. Uang tersebut diduga merupakan komitmen fee yang dijanjikan lantaran Novanto telah membantu memuluskan proses pembahasan anggaran proyek e-KTP di DPR.

Perusahaan Paulus disebut meraup keuntungan hingga Rp145,8 miliar. Laba yang dinikmati perusahaan ini jauh di atas perusahaan lain dalam konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.

Nilai keuntungan tersebut berasal dari pengadaan juta keping kartu pintar e-KTP. Nilai proyek yang dikerjakan perusahaan Paulus dalam proyek ini telah dibayarkan Rp381,24 miliar dengan tagihan yang belum diberikan sebesar Rp115,3 miliar, ditambah potongan Rp19,1 miliar untuk konsorsium.

Keuntungan ini berasal dari pekerjaan pembuatan blangko kosong e-KTP ditambah personalisasi kartu.

Perum PNRI hanya meraup untung Rp107 miliar dari proyek ini. Laba bersih mereka hanya sekitar enam persen dari jatah kontrak kerja mereka.

Satu badan usaha milik negara lain yang meraup untung dari proyek ini adalah PT. Sucofindo dengan laba Rp8 miliar. Itu pun mereka raih setelah mendapat penambahan proyek dari proyek utama e-KTP.
 
Perusahaan lain, LEN Industri, bahkan merugi dari proyek ini. Neraca keuangan mereka minus sekitar Rp20 miliar. Mereka perlu menghabiskan 94 persen dari pembayaran yang nilainya Rp958,8 miliar untuk biaya produksi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI