Komisi III DPR RI gelar rapat kerja bersama Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dan jajaran di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, DPR, Jakarta, Rabu (31/1/2018). Salah satu topik pembahasannya hukum mati.
Prasetyo mendapat banyak pertanyaan mengenai hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba yang tidak kunjung dilaksanakan.
"Saya tanya masalah perkembangan terhadap pelaksanaan eksekusi hukuman mati tahap ke empat terhadap tindak pidana narkotika dan apa yang masih menjadi kendala atau hambatan," kata anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Bambang Heri Purnama.
Bambang juga menanyakan apakah penundaan eksekusi hukuman mati jilid empat ada hubungannya dengan pengajuan peninjauan kembali atau ada intervensi dari dunia internasional.
Pertanyaan Bambang disambung anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Erwin Tobing. Ia juga bertanya kenapa eksekusi tak kunjung terjadi, padahal Presiden Joko Widodo punya komitmen melawan narkoba.
"Bagaimana terkait perkembangan eksekusi mati terpidana narkoba? Pak Jokowi jelas menyebutkan bahwa perang melawan narkoba. Dia katakan harus berani dan gila. Ini tidak ke BNN. Tapi berani dan gila ke polisi, ke kejaksaan, kepada karang taruna, kepada semua elemen masyarakat menghadapi ini," ujar Erwin.
Prasetyo menjelaskan bangsa ini sedang menghadapi persoalan penting yang perlu diprioritaskan.
Prasetyo menambahkan kejaksaan masih terkendala dengan adanya keinginan pemerintah untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sedangkan hukuman mati ditentang sejumlah negara yang sudah meniadakan hukuman ini.
"Kita sedang berusaha untuk menjadi anggota dewan keamanan tidak tetap PBB. Kita sedang melakukan perbaikan ekonomi dan politik, sementara mayoritas negara dunia sudah meniadakan hukuman mati," kata Prasetyo.
Kendala lain yakni adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan permohonan grasi tidak dibatasi oleh waktu. Padahal sebelum putusan MK diketok, grasi maksimal diajukan oleh terpidana satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap dikeluarkan.
"Adanya putusan MK yang justru sekarang pembatasan pengajuan grasi itu dihapuskan, sehingga orang bisa kapan saja mengulur waktu untuk mengajukan grasi termasuk PK dilakukan beberapa kali," tutur Prasetyo.
Meski demikian, Prasetyo nyatakan pihaknya tetap berkomitmen perangi narkoba. Ia juga mengklaim Kejaksaan secara teknis sudah siap melaksanakan hukuman mati.
"Kalau teknis sih mudah. Ketika problem yuridisnya sudah terpenuhi, semua aspek teknisnya, tinggal kita minta polisi siapkan regu tembak. Disiapkan tempatnya, tinggal di dor saja," kata Prasetyo.
Prasetyo mendapat banyak pertanyaan mengenai hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba yang tidak kunjung dilaksanakan.
"Saya tanya masalah perkembangan terhadap pelaksanaan eksekusi hukuman mati tahap ke empat terhadap tindak pidana narkotika dan apa yang masih menjadi kendala atau hambatan," kata anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Bambang Heri Purnama.
Bambang juga menanyakan apakah penundaan eksekusi hukuman mati jilid empat ada hubungannya dengan pengajuan peninjauan kembali atau ada intervensi dari dunia internasional.
Pertanyaan Bambang disambung anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Erwin Tobing. Ia juga bertanya kenapa eksekusi tak kunjung terjadi, padahal Presiden Joko Widodo punya komitmen melawan narkoba.
"Bagaimana terkait perkembangan eksekusi mati terpidana narkoba? Pak Jokowi jelas menyebutkan bahwa perang melawan narkoba. Dia katakan harus berani dan gila. Ini tidak ke BNN. Tapi berani dan gila ke polisi, ke kejaksaan, kepada karang taruna, kepada semua elemen masyarakat menghadapi ini," ujar Erwin.
Prasetyo menjelaskan bangsa ini sedang menghadapi persoalan penting yang perlu diprioritaskan.
Prasetyo menambahkan kejaksaan masih terkendala dengan adanya keinginan pemerintah untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sedangkan hukuman mati ditentang sejumlah negara yang sudah meniadakan hukuman ini.
"Kita sedang berusaha untuk menjadi anggota dewan keamanan tidak tetap PBB. Kita sedang melakukan perbaikan ekonomi dan politik, sementara mayoritas negara dunia sudah meniadakan hukuman mati," kata Prasetyo.
Kendala lain yakni adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan permohonan grasi tidak dibatasi oleh waktu. Padahal sebelum putusan MK diketok, grasi maksimal diajukan oleh terpidana satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap dikeluarkan.
"Adanya putusan MK yang justru sekarang pembatasan pengajuan grasi itu dihapuskan, sehingga orang bisa kapan saja mengulur waktu untuk mengajukan grasi termasuk PK dilakukan beberapa kali," tutur Prasetyo.
Meski demikian, Prasetyo nyatakan pihaknya tetap berkomitmen perangi narkoba. Ia juga mengklaim Kejaksaan secara teknis sudah siap melaksanakan hukuman mati.
"Kalau teknis sih mudah. Ketika problem yuridisnya sudah terpenuhi, semua aspek teknisnya, tinggal kita minta polisi siapkan regu tembak. Disiapkan tempatnya, tinggal di dor saja," kata Prasetyo.