Suara.com - Lembaga-lembaga filantropik seperti organisasi waqaf maupun zakat justru terserap masuk untuk mempertahankan sistem kapitalisme.
Hal tersebut diungkapkan Sosiolog Universitas Negeri Makassar (UNM) Dr Busman Dahlan Saleh Msi, saat menyampaikan disertasi promosi doktoral berudul "Hegemoni Kapitalisme melalui Filantropi", di UNM, Selasa (30/1/2018).
Ia mengatakan, hegemoni dan upaya mempertahankan kepercayaan kapitalisme di kalangan masyarakat dilakukan melalui pertukaran sosial pada lembaga-lembaga filantropik semacam itu.
Baca Juga: Valentine, Band Radja Hadiahkan 'Malaikat Cinta'
"Fenomena hegemoni kapitalisme ini dapat dilihat dari sisi yang berbeda. Pertama, dengan merepresentasikan lembaga yang didanai donor internasional The Asia Foundation. Lembaga penerima dana internasional itu menjalankan fungsi intermediasi dalam mengawasi atau memantau kinerja eksekutif,” jelasnya.
Kedua, lanjut dia, seperti yang menjadi fokus penelitiannya, Dompet Duafa (DD) yang mewakili pengelolaan dana filantropi yang profesional dan modern, khususnya yang bersumber dari sumbangan perusahaan atau korporasi nasional.
Dengan demikian, fenomena filantropi misalnya melalui lembaga waqaf (donasi) dan zakat (pemberian derma), dapat menjadi alat kapitalisme dalam mempertahankan eksistensinya.
Ia menjelaskan filantropi adalah sudut pandang terluas, merangkum semua aktivitas nirlaba/non profit yang beraneka ragam.
Terminologi dan definis filantropi disesuaikan konteks Indonesia, yang menyangkut kegiatan memperjuangkan beragam tujuan, seperti sosial atau kedermawanan (charity), memajukan agama, penanggulangan kemiskinan, peningkatan ekonomi, kesehatan, kemanusiaan.
Baca Juga: Dialog Kocak Dilan-Milea Versi Netizen Bikin Ngakak Guling-guling
"Bahkan hingga menyerempet politik melalui pembelaan hak asasi manusia," ujar Busman, seperti dilansir Antara.
Hasil disertasi Bustam menyebutkan, kapitalisme berlindung di balik tindakan filantropi atau pertukaran sosial.
Hal ini terjadi karena kapitalisme memiliki daya susup yang kuat terhadap isu-isu strategis seperti isu keadilan dan kesetaraan gender, bahkan isu agama.
Sebagai hasil daya susup tersebut, lanjut Busman, ditemukan bahwa kapitalisme dalam batasan umum telah mengalami transformasi rupa dalam bentuk kapitalisme humanis dan kapitalisme spiritual.
Dengan model kapitaslisme humanis, tidak lagi mengacu pada praktik akumulasi modal secara langsung, tetapi akumulasi modal terjadi setelah melalui tahap-tahap penyusupan ke dalam kegiatan filantropi yang berbasis humanistis seperti isu keadailan dan kesetaraan gender.
"Sementara kapitalisme spiritual mendapatkan keuntungan ganda berupa akumulasi modal material dan non material (spiritual). Melalui kegiatan filantropi ini menjadi pendukung proses legitimasi dan 'trust' guna mempengaruhi pasar utama," ujarnya.