Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mulai mengintensifkan kembali penyidikan kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan 50 mesin pesawat Airbus A330-300 untuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada periode 2004-2015. Dalam mengusut kasus ini, sepekan terakhir KPK gencar memeriksa sejumlah saksi yang diduga mengetahui kasus ini.
Tak hanya memeriksa saksi, KPK juga mengejar bukti-bukti kasus ini hingga ke Singapura dan Inggris melalui Mutual Legal Assistance (MLA) dengan aparat penegak hukum di kedua negara tersebut. Poses pemeriksaan saksi dan MLA ini dilakukan secara paralel.
"Kita masih proses di penyidikan. Untuk kasus Garuda ada dua proses paralel yang berjalan. Pertama proses lintas negara, karena MLA sudah kita ajukan dan tinggal menunggu proses di negara masing-masing. Itu tentu kita cenderung menunggu karena proses MLA sudah kita lakukan. Yang kedua, secara paralel saksi-saksi dan tersangka kita panggil beberapa minggu ini," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (30/1/2018).
Dua proses secara paralel ini dilakukan KPK untuk memastikan dan mengklarifikasi tindak pidana mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) yang juga beneficial owner Connaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo dalam proses pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Termasuk mengenai hubungan hukum, kontrak, perjanjian, maupun proses pengadaan di PT Garuda Indonesia.
"Tentu yang kita dalami atau jadikan fokus adalah kaitan antara proses pengadaan itu dan pihak-pihak di pengadaan itu terkait denvan dugaan fee yang diberikan pada tersangka," katanya.
Baca Juga: Korupsi Pembelian Airbus, KPK Periksa Dirut Garuda Maintenance
Dalam kasus ini, KPK menduga Emirsyah Satar telah menerima uang sebesar dua juta dolar AS dan dalam bentuk barang senilai dua juta dolar AS dari Rolls-Royce melalui Soetikno Soedarjo dalam kapasitasnya sebagai Beneficial Owner Connaught International Pte.ltd. Suap itu diduga terjadi selama Emirsyah menjabat sebagai Dirut PT Garuda Indonesia pada 2005 hingga 2014.
MLA dengan lembaga antikorupsi Inggris atau Serious Fraud Office (SFO) dilakukan KPK lantaran lembaga tersebut telah memiliki bukti atas tindak pidana suap yang dilakukan Rolls-Royce terhadap pejabat di Indonesia terkait pengadaan mesin pesawat untuk Garuda Indonesia. KPK juga melakukan MLA dengan lembaga antikorupsi Singapura atau Corrupt Practice Investigation Bureau (CPIB) lantaran perusahaan milik Soetikno, Connaught International Pte.ltd beroperasi di negeri Jiran tersebut.
Febri berharap MLA dengan kedua lembaga penegak hukum ini dapat memperkuat bukti-bukti yang dimiliki KPK. Dengan demikian KPK dapat segera merampungkan berkas penyidikan kasus ini dan melimpahkannya ke pengadilan untuk disidangkan.
"Prinsip dasarnya kan kita harus kumpulkan buti sekuat-kuatnya, itu yamg dikerjakan sekarang. Nah, bukti-bukti ini bisa berasal dari dalam negeri, dan bisa berasal dari luar negeri. Komunikasi yang intens sudah kita lakukan sebelumnya dengan Inggris dan Singapura, karena proses hukum di sana juga berjalan. Jadi kita melakukan pertukaran informasi. Namun, proses formil MLA masih sedang berjalan hingga saat ini. Jadi memang secara lebih utuh tentu harus ditunggu proses-proses tersebut," katanya.
Untuk melengkapi berkas penyidikan kasus ini, KPK memeriksa Direktur Utama PT Garuda Maintenance (GMF) Aero Asia Tbk, Iwan Joeniarto pada Senin (29/1/2018) kemarin. Usai diperiksa, Iwan mengaku dicecar penyidik mengenai perjanjian PT Garuda Indonesia dengan anak usaha Airbus.
Baca Juga: TNI AU Tegur Garuda di Twitter, Apa Masalahnya?
Diduga, dalam pengembangan kasus ini, KPK mulai mengarah pada proses pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia. Hal ini lantaran mesin pesawat Rolls-Royce yang dibeli PT Garuda melalui praktik suap kepada Emirsyah diperuntukkan untuk pesawat produksi Airbus.