Driver Taksi Online, Menolak Peraturan Menteri 108

Siswanto Suara.Com
Selasa, 30 Januari 2018 | 06:30 WIB
Driver Taksi Online, Menolak Peraturan Menteri 108
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ketentuan ini, kata dia, juga menandakan bahwa PM 26/2017 dan PM 108/2017 ini pengaturannya bias kepentingan taksi konvensional.

Taksi online merupakan sebuah kegiatan transportasi yang mendasari kegiatannya sebagai saling berbagi antar pengguna perjalanan (ride sharing). Para pelaku usaha taksi online tidak semuanya beroperasi penuh sebagai taksi umum seperti taksi konvensional. Pelaku taksi konvensional biasanya hanya memanfaatkan kendaraan mobil pribadinya pada saat tertentu saja sebagai pengisi berbagi perjalanan dan mengurangi beban biaya operasional perjalanan kendaraannya. Pengguna taksi online hanya dikenakan biaya sesuai beban sendiri dan berbagi biaya perjalanan dengan pengemudi atau pemiliknya.

Perjalanan saling berbagi (ride sharing) ini membuat tarif taksi online jauh lebih murah dari taksi konvensional. Keadaan hanya paruh waktu atau pengisi waktu perjalanan inilah yang membuat pengaturan kuota armada bagi taksi online menjadi logis dikenakan seperti taksi konvensional yang memang full bisnis taksi.

"Sebenarnya justru para aplikator selama ini terus mengeluarkan "izin" operasional bagi para pengemudi taksi online. Padahal otoritas pemberian izin bagi angkutan umum adalah dari oemerintah. Mengapa juga pemerintah selama ini diam saja? Mengapa juga pemerintah kok takut kepada para aplikator?"

Begitu pula soal pengaturan sistem tarif batas atas bawah bagi taksi online oleh PM 26/2017 dan PM 108/2017. Ketentuan batas tarif ini, menurut Azas, juga menandakan kedua PM tersebut bias kepentingan bisnis taksi konvensional.

"Memang dalam regulasi taksi konvensional sudah lebih dulu diatur tarif batas atas bawah yang katanya untuk membangun persaingan sehat diantara pengusaha taksi konvensional."

Azas mengatakan diterapkannya ketentuan tarif batas atas bawah ini bagi taksi online katanya untuk membangun persaingan sehat bagi pengusaha taksi online dengan taksi konvensional. Lagi-lagi memang terbukti bahwa PM 26/2017 ini ketentuannya bias kepentingan bisnis taksi konvensional. Taksi online tidak full bisnis taksi seperti taksi konvensional.

Banyak pengemudi taksi online hanya kegiatan sambilan dan taksi online adalah transportasi ride sharing sehingga beban operasionalnya jauh lebih kecil dan murah. Taksi online pelakunya tidak memerlukan kantor, biaya manajemen, biaya kemahalan pengusahanya dan tidak perlu biaya urus macam-macam serta tidak perlu tambahan biaya perizinan aneh-aneh seperti keperluan pengusaha taksi konvensional.

Sistem tarif batas atas bawah bagi taksi online jadi sangat aneh dan tidak logis karen dipaksakan sama dengan taksi konvensional yang boros mahal biaya manajemennya dan dihidupi oleh supirnya.

Pelaku taksi konvensional, mereka adalah pemilik, pengemudi, manajer dan komisarisnya sekaligus jadi biaya operasionalnya sangat kecil sehingga tarifnya jauh lebih murah dibandingkan taksi konvensional. Berbeda jauh dengan taksi konvensional yang harus membiayai gaji dan bonus bagi manajemennya, direksinya atau komisarisnya juga tambahan kepada aparat pemerintah saat mengurus perizinan yang besar sekali uang yang dibutuhkan sehingga si sopir taksi konvensional harus kejar setoran bagi pengusahanya yang masih hutang atau kredit mobil pula.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI