Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terganggu dengan bisik-bisik yang menyebutkan dia menerima uang proyek pengadaan e-KTP. Gamawan siap dihukum mati kalau terbukti menerima benefit dari proyek yang merugikan negara Rp2,3 triliun itu.
"Saya siap dihukum mati yang mulia. Saya sering dicurigai, silakan cek saja. Sama sekali tidak ada niatan saya. Kalau ada foto atau apa, lalu juga saya dicurigai ke Singapura juga. Ini sudah fitnah keterlaluan." Jawaban Gamawan untuk menjawab pertanyaan hakim dalam sidang pemeriksaan saksi untuk terdakwa Setya Novanto di pengadilan tindak pidana korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senon (29/1/2018).
Setelah mendengar jawaban Gamawan, hakim kembali bertanya. Apakah pernah menerima uang dari Azmin Aulia? Azmin ini adiknya Gamawan Fauzi.
"Tidak pernah yang mulia. Ke kantornya saja saya tidak pernah. Kantornya, ruangannya dimana saya tidak tahu. Satu sen pun saya tidak pernah terima. Demi allah, saya ini anak ulama yang mulia. Ada tiga dosa besar, pertama sirik, kedua melawan orang tua, ketiga sumpah palsu. Silakan buktikan kalau ada satu sen pun saya terima," kata Gamawan.
Dalam tuntutan terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, jaksa meyakini Gamawan kecipratan dana. Keyakinan jaksa didasarkan pada bukti dan keterangan saksi.
Saksi M. Nazaruddin -- mantan bendahara umum Partai Demokrat -- menyebutkan Gamawan menerima keuntungan dari proyek e-KTP.
Mantan Sekretaris Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, kata jaksa, menyatakan pernah mendapat keluhan dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Keluhannya, katanya, Irman terus meminta uang untuk Gamawan.
Azmin mengakui pernah membeli ruko dan tanah milik Direktur Utama PT. Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos. PT. Sandipala merupakan anggota konsorsium pelaksanaan proyek e-KTP.
Berdasarkan surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Gamawan disebut mendapat sebesar 4,5 juta dollar AS atau lebih dari Rp60 miliar.
Gamawan berkali-kali menegaskan tak pernah menerima uang.
"Satu rupiah pun saya tidak terima, demi Allah. Kalau ada satu rupiah pun, saya minta didoakan saya dikutuk," kata Gamawan, Kamis (16/3/2017).
"Saya siap dihukum mati yang mulia. Saya sering dicurigai, silakan cek saja. Sama sekali tidak ada niatan saya. Kalau ada foto atau apa, lalu juga saya dicurigai ke Singapura juga. Ini sudah fitnah keterlaluan." Jawaban Gamawan untuk menjawab pertanyaan hakim dalam sidang pemeriksaan saksi untuk terdakwa Setya Novanto di pengadilan tindak pidana korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senon (29/1/2018).
Setelah mendengar jawaban Gamawan, hakim kembali bertanya. Apakah pernah menerima uang dari Azmin Aulia? Azmin ini adiknya Gamawan Fauzi.
"Tidak pernah yang mulia. Ke kantornya saja saya tidak pernah. Kantornya, ruangannya dimana saya tidak tahu. Satu sen pun saya tidak pernah terima. Demi allah, saya ini anak ulama yang mulia. Ada tiga dosa besar, pertama sirik, kedua melawan orang tua, ketiga sumpah palsu. Silakan buktikan kalau ada satu sen pun saya terima," kata Gamawan.
Dalam tuntutan terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, jaksa meyakini Gamawan kecipratan dana. Keyakinan jaksa didasarkan pada bukti dan keterangan saksi.
Saksi M. Nazaruddin -- mantan bendahara umum Partai Demokrat -- menyebutkan Gamawan menerima keuntungan dari proyek e-KTP.
Mantan Sekretaris Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, kata jaksa, menyatakan pernah mendapat keluhan dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Keluhannya, katanya, Irman terus meminta uang untuk Gamawan.
Azmin mengakui pernah membeli ruko dan tanah milik Direktur Utama PT. Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos. PT. Sandipala merupakan anggota konsorsium pelaksanaan proyek e-KTP.
Berdasarkan surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Gamawan disebut mendapat sebesar 4,5 juta dollar AS atau lebih dari Rp60 miliar.
Gamawan berkali-kali menegaskan tak pernah menerima uang.
"Satu rupiah pun saya tidak terima, demi Allah. Kalau ada satu rupiah pun, saya minta didoakan saya dikutuk," kata Gamawan, Kamis (16/3/2017).