Becak di Antara 'Kegenitan' Kelas Menengah Ibu Kota

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 29 Januari 2018 | 06:30 WIB
Becak di Antara 'Kegenitan' Kelas Menengah Ibu Kota
Sejumlah tukang becak melakukan pendataan identitas kepada petugas Kelurahan di kawasan kolong flyover Bandengan, Jakarta, Sabtu (27/1).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - “Aku pelacur. Kami sudah biasa digaruk. Nasib kita sama-sama tergusur, kata si pelacur muda. “Tapi pelacur tak akan pernah habis digaruk, lain dengan becak. Becakku adalah becak terakhir di dunia. Tak akan pernah ada pelacur terakhir di dunia. Kamu lebih untung…” jawab Rambo, penarik becak.

Percakapan tersebut adalah fiksi dalam cerita pendek berjudul “Becak Terakhir di Dunia (Atawa Rambo)”, yang dibuat sastrawan Seno Gumira Ajidarma pada tahun 1986, ketika razia terhadap becak di DKI Jakarta sedang gencar-gencarnya. Saat itu, becak-becak disita dan ditenggelamkan di laut.

Cerpen Seno—kekinian menjadi Rektor Institut Kesenian Jakarta—tersebut mengisahkan perburuan aparat terhadap Rambo, seorang penggenjot becak terakhir di dunia. Meski diburu, Rambo seorang diri yang berupaya agar becak tetap ada.

Rambo akhirnya menyerah. Perawi anonim yang menceritakan kisah itu dalam cerpen tersebut mengatakan, Rambo menyerah karena zaman sudah berubah.

Baca Juga: Tak Laku, Liverpool Banting Harga Peminjaman Daniel Sturridge

Selang 32 tahun sejak cerpen itu dibuat, tak lagi ada becak-becak yang dikayuh di jalan-jalan protokol ibu kota. Selain dilarang, warga juga sudah memunyai banyak alternatif moda transportasi bermotor.

Namun, mendadak, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membawa informasi bahwa sedikitnya masih ada 1000 unit becak yang masih beroperasi di ibu kota.

Anies ingin menyelamatkan keberadaan becak-becak tersebut.

"Saya sampaikan kenyataannya saja. Kenyataannya, ada lebih dari seribu becak selama ini masih ada di Jakarta. Itu kenyataan," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (19/1/2018).

Ia lantas berambisi untuk mengatur lintasan becak, sehingga si pengayuh tetap bisa mencari nafkah tanpa mengganggu kendaraan lainnya.

Baca Juga: Istri Komedian Saleh Ali 'Bajaj Bajuri' Meninggal Dunia

“Yang mau kami atur adalah mereka (penarik becak) yang beroperasi di (jalan-jalan) lingkungan. Umumnya di kampung-kampung itu yang kami pantau, dan mereka yang kulaan (kerja) itu, yang belanja, kemudian anak-anak yang sekolahnya dekat, kan banyak dititipkan. Kemudian adalah ibu-ibu yang belanjaannya banyak, karena rata-rata itu (pengguna becak). Tapi kalau bepergiannya jauh, 2 kilometer, 3 km ya pada nggak pakai (becak)," jelasnya.

Jadi Polemik

Rencana Anies ternyata tak mulus. Upayanya untuk memberikan izin operasional penarik becak menuai pro dan kotra. Sebab, berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, semua kawasan ibu kota terlarang untuk becak.

"Kami dulu menghilangkan becak itu bukan masalah kami tidak adil. Tapi karena masyarakat ditekan (naik) transportasi massal yang nanti baik. Negara sudah maju kok sebenarnya. Masak, kita mundur lagi," kata Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, Selasa (16/1).

Ia mengatakan, pemerintah seharusnya terus mendorong warga agar sadar menggunakan transportasi umum.

Segendang sepenarian, rekan separtai Edi dan juga anggota DPRD DKI, Gembong Warsono, menilai rencana Anies tak realistis untuk diterapkan pada era kekinian.

"Tak memungkinkan transportasi dengan tenaga manusia. Zaman modern gini kok kembali ke zaman Jepang," tukasnya.

Ia mengatakan salah kaprah kalau ingin memberikan keadilan kepada rakyat kecil melalui cara kembali mengizinkan becak beroperasi.

”Justru itu tidak manusiawi, karena mempekerjakan rakyat kecil dengan mengoperasikan becak. Jangan seenaknya jadi gubernur buat kebijakan kontraproduktif. Kebijakan ngelindur itu," tuturnya.

Becak kali pertama dilarang di Jakarta pada 1989 oleh Gubernur Wiyogo Admodarminto.

Pada 1998, Gubernur Sutiyoso kembali memperbolehkan becak dengan alasan memberi salah satu alternatif pekerjaan kaum miskin pada masa krisis ekonomi.

Sekitar 2001, becak kembali dilarang di Jakarta oleh Sutiyoso. Saat itu, keberadaan becak di Jakarta memang sudah hampir habis.

Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan, merupakan salah satu orang yang saat itu mengikuti perkembangan pelarangan becak di ibu kota. Sebagai pengacara, dia bahkan pernah menjadi kuasa hukum para abang becak.

Saat itu akhir 1989. Dia bersama beberapa kawan menjadi kuasa hukum para abang becak Jakarta melawan Gubernur Wiyogo yang menggusur becak dari ibu kota.

Sejumlah tukang becak melakukan pendataan identitas kepada petugas Kelurahan di kawasan kolong flyover Bandengan, Jakarta, Sabtu (27/1).

Tigor menceritakan, bahwa para penarik becak Jakarta kalah di pengadilan melawan kebijakan Wiyogo tersebut.

Akhirnya, sebagai bentuk perlawanan terakhir, mereka mengadakan pergelaran wayang dengan lakon "Wisanggeni Gugat" sebagai simbol menggugat kebijakan larangan becak.

Pergelaran wayang kulit itu diadakan di salah satu kampung yang menjadi basis para penarik becak di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan.

"Pergelaran wayang kulit dilakukan semalam suntuk. Bahkan, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga hadir dan memberikan dukungan kepada para abang becak dan keluarganya," tuturnya.

Tentang wacana Pemerintah DKI Jakarta yang akan kembali memperbolehkan becak beroperasi, Tigor menyatakan dukungannya asal ada aturan dan pengawasan yang konsisten.

Menurut Tigor, becak merupakan transportasi yang manusiawi dan ramah lingkungan sebagaimana sepeda tanpa menggunakan motor.

Becak bisa menjadi alat transportasi jarak pendek di permukiman dan transportasi wisata di lokasi pariwisata Jakarta.

Karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu membuat aturan dan mengawasi agar keberadaan becak di Jakarta bisa memberikan layanan yang aman, nyaman, tidak semrawut dan terkendali.

"Saat ini becak masih beroperasi di beberapa lokasi di Jakarta secara sembunyi-sembunyi dan terbatas. Becak memang masih dibutuhkan sebagai alat transportasi jarak pendek di kawasan permukiman," katanya.

Wakil Gubernur Sandiaga Uno [suara.com/Bowo Raharjo]

Cara Genjot yang Baik dan Benar

Ketika rencana Anies ramai-ramai ditolak maupun didukung, sang wakil—Sandiaga Uno—melontarkan ide memberikan pelatihan “cara genjot yang baik dan bagus” bagi penarik becak.

Menurutnya, pelatihan itu bertujuan agar penarik becak memunyai standar pelayanan operasional terhadap pelanggan.

"Sekarang becak sudah dikunci. Kami sudah punya angka jelas dan akan mengadakan pelatihan-pelatihan. Ya salah satu pelatihannya adalah standar pelayanan olahraga, gimana cara genjot yang bagus,” tutur Sandiaga di Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, Jumat (26 /1/2018).

Ia mengakui, ide untuk kembali melegalisasi becak serta memberikan pelatihan “cara genjot yang bagus”, terilhami dari seorang profesor dari Cardiff University, Inggris.

Tanpa menyebut nama, Sandiaga mengungkapkan sempat dikunjungi seorang profesor dari universitas tersebut.

Sang profesor, kata Sandiaga, memberitahu dirinya mengenai becak mampu menjadi alternatif transportasi umum ibu kota yang ramah lingkungan.

"Kemarin ada profesor yang mengatakan sustainable world of transportation nantinya, yaitu transportasi berbasis ramah lingkungan itu salah satunya adalah becak. Ya, tapi bukan becak-becak kayak dulu itu. Listrik di depan, terus mereka memberikan prototipenya. Contohnya termasuk di New York. Becak dianggap bisa menggantikan sepeda motor sehingga ramah lingkungan. Tidak mencemari polusi,” tuturnya.

Namun, ide Sandiaga itu justru menuai cibiran dari banyak pihak, terutama warganet. Menurut mereka, ide Sandiaga itu mubazir dan dikhawatirkan menggerus dana ABPD DKI yang seharusnya bisa dialokasikan untuk program lain.

“Tukang becak sudah pasti lebih berpengalaman daripada si wakil gubernur,” tulis akun Facebook bernama Suherdi Huang.

Akun Ryo Inexia secara bercanda mengatakan, pelatihan itu kemungkinan bakal memberikan wawasan kepada penarik becak mengenai sejumlah teknik demonstrasi ala mobil.

“Jadi becak ini bakal diajarin caranya gimana biar ngedrift, cornering, dan sebagainya supaya mampu bersaing dengan angkot dan ojol. Nikmat Sandi mana lagi yang kamu tertawakan.”

Sementara akun Mochamad Rachman memberikan masukan mengenai “cara genjot yang baik dan bagus”.

“Genjot juga ada tekniknya. Pantat digoyang-goyang, kaki digerakkan dengan ritme tertentu. Jalan tanjakan mendorong juga ada tekniknya. Jalan turunan apalagi. Jalan becek, pokoknya salut deh. Amerika dan Uni Eropa saja studi banding ke sini buat belajar.”

Sedangkan akun Anna Raffa mengkhawatirkan, pelatihan seperti itu justru akan membuat dana APBD DKI membengkak.

”Segala genjot becak doang pakai pelatihan. Ujung-ujungnya nanti anggarannya membengkak.”

Komoditas Politik

Polemik mengenai rencana kembali mengizinkan becak beroperasi terus berlanjut. Termutakhir, Minggu (28/1), Sandiaga menuding ada pihak yang sengaja memobilisasi penarik becak dari luar daerah masuk ke Jakarta.

Padahal, Sandiaga menegaskan, pemprov hanya ingin mengatur penarik becak di Jakarta yang masih beroperasi tanpa izin.

"Kami akan sampaikan pesan kepada yang mobilisasi, Jakarta tidak akan diam terhadap kegiatan destabilisasi (membuat kondisi tidak stabil) wilayah Ibu kota," kata Sandiaga saat ditemui di RPTRA Taman Sawo, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu.

Kecurigaan Sandiaga ini bermula dari laporan tentang mobilisasi khusus untuk mendatangkan becak ke Ibu Kota.

Beberapa waktu lalu, diisnyalir ada sejumlah becak yang diturunkan dari truk di daerah Pekojan, Tambora, Jakarta Barat. Hal ini terindikasi ada yang mengorganisasi kedatangan becak-becak tersebut.

“Ada mobilisasi pake truk itu seperti terorganisasi. Sudah ada beberapa laporan dan ini mobilisasi. Enggak mungkin tukang becak dari daerah itu bisa kayuh sendiri ke sini," ujar Sandiaga.

Sandiaga mengatakan, becak-becak yang tertangkap Satpol PP tersebut ada yang datang dari daerah pantai utara (pantura) Jawa, seperti Indramayu. Becak-becak itu sudah dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing.

Sandiaga akan menindak tegas becak dari luar Jakarta yang masih nekat datang.

Kegenitan Kelas Menengah

Azas Tigor Nainggolan ketika diwawancarai jurnalis Suara.com, Selasa (23/1), mengatakan Gubernur Anies perlu membuat konsep konkret agar polemik mengenai becak terhenti.

Ia juga meminta warga Jakarta, terutama kelas menengah, tak "genit" dengan menstigma becak.

"Buat teman-teman juga jangan menstigma becak. Misalnya (menstigma) 'nanti becak akan menggores mobil saya'. Jangan. Seorang Gus Dur (Presiden keempat RI; Abdurrahman Wahid) saja, dulu ikut mendukung becak saat dirazia tahun 1989," ungkapnya.

Ia bercerita, suatu hari ketika berkunjung ke Washingon DC, Amerika Serikat, melihat becak dijadikan alat transportasi wisata di sekitar gedung Capitol—Gedung Putih. Di Belanda juga begitu. Bahkan sebagian becak di Belanda diimpor dari Indonesia.

"Saya pernah juga dua tahun lalu naik becak di Malaysia. Becak dihias. Bagus. Di Eropa becak juga bagus."

Menurut Tigor, di Jakarta, becak baik juga dioperasikan menjadi angkutan wisata, misalnya di Ancol, TMII, dan Kota Tua.

"Di kawasan SCBD, bahkan, eksekutif muda kalau turun untuk makan siang, pakai mobil atau motor. Nah, bisa juga nanti ke pusat kuliner naik becak, daripada motor atau mobil bikin macet."

Tigor menekankan, penarik becak yang masih bertahan di Jakarta sebenarnya tak memiliki kepentingan apa pun terkecuali untuk terus mampu mencari nafkah diri dan keluarga. Hanya untuk keperluan terus menyambung hidup.

Pernyataan Tigor tersebut, juga ditunjukkan oleh penarik becak pada era 80-an seperti terekam dalam cerpen Seno yang dikutip pada awal artikel ini.

Ketika menyerah dan sesaat sebelum ditembak, Rambo—si penarik becak terakhir di dunia dalam cerpen Seno itu—mengatakan: “Ya, aku menyerah. Aku bukan pahlawan. Dan aku tidak mau jadi pahlawan. Aku Cuma tukang becak yang takut mati dan perlu makan....”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI