Becak di Antara 'Kegenitan' Kelas Menengah Ibu Kota

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 29 Januari 2018 | 06:30 WIB
Becak di Antara 'Kegenitan' Kelas Menengah Ibu Kota
Sejumlah tukang becak melakukan pendataan identitas kepada petugas Kelurahan di kawasan kolong flyover Bandengan, Jakarta, Sabtu (27/1).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Jadi Polemik

Rencana Anies ternyata tak mulus. Upayanya untuk memberikan izin operasional penarik becak menuai pro dan kotra. Sebab, berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, semua kawasan ibu kota terlarang untuk becak.

"Kami dulu menghilangkan becak itu bukan masalah kami tidak adil. Tapi karena masyarakat ditekan (naik) transportasi massal yang nanti baik. Negara sudah maju kok sebenarnya. Masak, kita mundur lagi," kata Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, Selasa (16/1).

Ia mengatakan, pemerintah seharusnya terus mendorong warga agar sadar menggunakan transportasi umum.

Baca Juga: Tak Laku, Liverpool Banting Harga Peminjaman Daniel Sturridge

Segendang sepenarian, rekan separtai Edi dan juga anggota DPRD DKI, Gembong Warsono, menilai rencana Anies tak realistis untuk diterapkan pada era kekinian.

"Tak memungkinkan transportasi dengan tenaga manusia. Zaman modern gini kok kembali ke zaman Jepang," tukasnya.

Ia mengatakan salah kaprah kalau ingin memberikan keadilan kepada rakyat kecil melalui cara kembali mengizinkan becak beroperasi.

”Justru itu tidak manusiawi, karena mempekerjakan rakyat kecil dengan mengoperasikan becak. Jangan seenaknya jadi gubernur buat kebijakan kontraproduktif. Kebijakan ngelindur itu," tuturnya.

Becak kali pertama dilarang di Jakarta pada 1989 oleh Gubernur Wiyogo Admodarminto.

Baca Juga: Istri Komedian Saleh Ali 'Bajaj Bajuri' Meninggal Dunia

Pada 1998, Gubernur Sutiyoso kembali memperbolehkan becak dengan alasan memberi salah satu alternatif pekerjaan kaum miskin pada masa krisis ekonomi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI