Suara.com - Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria mengkritik kebijakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menunjuk dua perwira tinggi polisi berpangkat Irjen sebagai pelaksana tugas Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
"Seharusnya pemerintah lebih teliti, lebih hati-hati, lebih cermat dalam mengambil kebijakan. Apalagi soal pejabat," kata Riza di DPR, Jakarta, Jumat (26/1/2018).
Dua jenderal yang ditunjuk sebagai Plt Gubernur yaitu Asisten Kapolri bidang Operasi Irjen Mochamad Iriawan dan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Martuani Sormin.
Riza mengatakan, selama ini yang ditunjuk sebagai Plt untuk mengisi kekosongan kepala daerah adalah pegawai negeri sipil di luar Polri dan TNI. Namun kenapa yang ditunjuk pada Pilkada kali ini dari Polri.
Baca Juga: Mendagri Tunjuk 2 Jenderal Jadi Plt Gubernur, Ini Reaksi Gerindra
Menurut dia, di luar TNI dan Polri masih banyak pegawai negeri sipil yang memiliki kemampuan untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah.
"Menurut saya masih banyak. Kita punya 34 Gubernur. Di Pemda itu banyak eselon 1. Bisa diberdayakan. Di Kementerian banyak eselon satu yang bisa diberdayakan. Di Setneg, Setkab, ada Deputi," tutur Riza.
Mestinya yang diberdayakan adalah PNS di luar TNI-Polri. Hal itu lebih baik agar tidak menimbulkan curiga dari masyarakat.
"Terlebih Pilkada ini kan dianggap rawan. Karena rawan kita harus menjaga se neteral betul, se independen betul," ujar Riza.
Riza juga tak menerima jika alasan penunjukan dua jenderal itu untuk menjaga kerawan dalam momentum Pilkada.
Baca Juga: Gerindra Pertanyakan Dua Jenderal Polri Dipilih Jadi Plt Gubernur
Kata dia, jika ingin jaga kerawanan, maka dimulai dengan memastikan adanya keadilan dan kesetaraan.
"Kalau ada (kandidat) polisi di sana (Jabar dan Sumut) bukan menjaga kerawanan, justru menimbulkan kerawanan. Karena nanti masyarakat punya persepsi yang berbeda. Itu berbahaya malah," kata Riza.
Bahkan, katanya, itu menimbulkan kecemberuan dari Pihak TNI. Sebab, di dua daerah itu kandidatnya juga ada dari unsur TNI.
"Nanti yang militer protes kenapa harus polisi. Itu juga jadi masalah. Saran saya lebih baik tidak ambil polisi maupun militer. Ambilah dari PNS lainnya. Seperti biasanya. Kalau kurang dari Kemendagri, ada dari Pemda lainnya. Atau dari Kementerian di tingkat pusat," kata Riza.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria mengkritik kebijakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menunjuk dua perwira tinggi polisi berpangkat Irjen sebagai pelaksana tugas Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
"Seharusnya pemerintah lebih teliti, lebih hati-hati, lebih cermat dalam mengambil kebijakan. Apalagi soal pejabat," kata Riza di DPR, Jakarta, Jumat (26/1/2018).
Dua jenderal yang ditunjuk sebagai Plt Gubernur yaitu Asisten Kapolri bidang Operasi Irjen Mochamad Iriawan dan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Martuani Sormin.
Riza mengatakan, selama ini yang ditunjuk sebagai Plt untuk mengisi kekosongan kepala daerah adalah pegawai negeri sipil di luar Polri dan TNI. Namun kenapa yang ditunjuk pada Pilkada kali ini dari Polri.
Menurut dia, di luar TNI dan Polri masih banyak pegawai negeri sipil yang memiliki kemampuan untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah.
"Menurut saya masih banyak. Kita punya 34 Gubernur. Di Pemda itu banyak eselon 1. Bisa diberdayakan. Di Kementerian banyak eselon satu yang bisa diberdayakan. Di Setneg, Setkab, ada Deputi," tutur Riza.
Mestinya yang diberdayakan adalah PNS di luar TNI-Polri. Hal itu lebih baik agar tidak menimbulkan curiga dari masyarakat.
"Terlebih Pilkada ini kan dianggap rawan. Karena rawan kita harus menjaga se neteral betul, se independen betul," ujar Riza.
Riza juga tak menerima jika alasan penunjukan dua jenderal itu untuk menjaga kerawan dalam momentum Pilkada.
Kata dia, jika ingin jaga kerawanan, maka dimulai dengan memastikan adanya keadilan dan kesetaraan.
"Kalau ada (kandidat) polisi di sana (Jabar dan Sumut) bukan menjaga kerawanan, justru menimbulkan kerawanan. Karena nanti masyarakat punya persepsi yang berbeda. Itu berbahaya malah," kata Riza.
Bahkan, katanya, itu menimbulkan kecemberuan dari Pihak TNI. Sebab, di dua daerah itu kandidatnya juga ada dari unsur TNI.
"Nanti yang militer protes kenapa harus polisi. Itu juga jadi masalah. Saran saya lebih baik tidak ambil polisi maupun militer. Ambilah dari PNS lainnya. Seperti biasanya. Kalau kurang dari Kemendagri, ada dari Pemda lainnya. Atau dari Kementerian di tingkat pusat," kata Riza.