Politik Identitas Tergantung Elit Partai

Kamis, 25 Januari 2018 | 16:08 WIB
Politik Identitas Tergantung Elit Partai
Yudi Latif [suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Pancasila sebagai poros solidaritas kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk mendapatkan tantangan dari politik identitas. Terutama di tahun politik, seperti sekarang.

Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif mengatakan politik identitas sebenarnya tergantung pada elit partai. Selama mereka bisa menahan diri untuk tidak memanfaatkan identitas sebagai strategi politik, masyarakat tak akan terprovokasi.

"Sebenarnya titik krusialnya sangat tergantung pada sikap elitnya. Jadi kalau masyarakat banyak, biasanya sangat tergantung pada bagaimana perilaku dari elit politiknya," kata Yudi di DPR, Jakarta, Kamis (25/1/2018).

Untuk memperkuat Pancasila sebagai kekuatan pemersatu bangsa, UKP PIP akan berdialog dengan elit partai.

"Bahkan sebelumnya UKP itu ingin keliling mengunjungi berbagai ketua ketua partai politik juga. Meskipun ide ini tak selalu mudah dieksekusi, karena positioning dimana UKP PIP berada sendiri, jadi seringkali hal-hal seperti ini trust building perlu," tutur Yudi.

Kepentingan UKP PIP untuk menjaga persatuan bangsa sebagaimana terkandung dalam semangat Pancasila.

"UKP ini kepentingannya ideologi nasional. Tidak ada kepentingan jangka pendek, kadang-kadang prasangka seperti itu kan masih harus kita perjuangkan juga supaya trust building," kata Yudi.

"Nah mestinya kalau elitnya bisa cukup menahan diri, biasanya seheboh apapun rakyat biasanya jauh akan lebih terkendali," Yudi menambahkan.

Ancaman konflik

Di tempat terpisah, Ketua Forum Silaturahmi Anak Bangsa Suryo Susilo mengatakan pemilu dibayangi konflik.

“Jadi kita melihat situasi pilkada dan pilpres sekarang ini sangat rawan memiliki konflik, ancaman tersebut saya nilai paling besar datang dari Isu SARA dan HAM,” ujar Suryo di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM.

Suryo siap menjadi mitra pemerintah untuk menjaga kerukunan dan kedamaian bangsa.

Suryo memimpin rombongan FSAB yang terdiri dari Catherine (putri pahlawan revolusi DI Panjaitan), Poppy Anasari (putri Murad Aidit, adik DN Aidit), Martinus Johan Mosi (keturunan Tionghoa, korban kerusuhan Mei ’98).

Suryo mengatakan mereka kini akrab. Padahal, mereka memiliki alasan yang kuat untuk saling membenci dan membalas dendam, namun itu tidak dilakukan.

“Kegiatan silaturahmi dan dialog yang berkali-kali, mereka sepakat untuk berhenti mewariskan konflik, dan tidak membuat konflik baru, dengan bergabung di FSAB,” katanya. (Lili Handayani)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI