Politik Uang Lebih Mungkin Terjadi Dibanding SARA di Pilkada 2018

Kamis, 25 Januari 2018 | 07:07 WIB
Politik Uang Lebih Mungkin Terjadi Dibanding SARA di Pilkada 2018
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Search and Consulting, Djayadi Hanan [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menilai, money politic atau politik uang akan lebih mungkin terjadi dan timbul pada Pilkada Serentak 2018.

Dilihat dari peta kandidat dan partai yang akan bertarung, dikatakan Djayadi, tidak ada polarisasi yang tajam antara calon yang satu dengan yang lain, baik dari segi suku, agama, ataupun ras (SARA).

Djayadi mencontohkan peta pertarungan di Pilkada Jawa Barat, dimana semua kandidat merupakan suku Sunda. Agama pun sama-sama Islam.

Dicontohkan lainnya oleh Djayadi terkait Pilkada di Jawa Tengah ataupun Jawa Timur yang para kandidatnya berasal dari kalangan Nahdliyin (warga Nahdlatul Ulama/NU).

Baca Juga: Lolos, Kevin / Marcus Bersiap Hadapi Perang Saudara di Babak Dua

Selain itu, ada Pilkada Sumatera Utara dengan percampuran putra daerah dan jawa, serta putra daerah dan melayu.

Secara keseluruhan, Djayadi mengungkapkan gabungan antara konfigurasi pasangan calon maupun partai-partai pendukung di 171 daerah yang menggelar Pilkada cenderung sangat cair.

Dengan demikian tidak terjadi polarisasi antar kandidat maupun antar partai pendukung yang mengusung.

"Kalau posisinya seperti itu, tidak mudah membidik satu atau dua orang saja untuk dijadikan target kampanye hitam," ujarnya dalam diskusi "Pilkada 2018 dan Isu SARA" di Gedung Priamanaya Energi, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (24/1/2018).

Terkait kampanye hitam atau black campaign, Djayadi yakin pihak berwenang akan dengan sigap merespon.

Baca Juga: LSI Denny JA Sebut Masyarakat Bosan Lihat Wiranto Ikut Pilpres

"Ada UU ITE, UU Pilkada, PKPU dan lainnya yang memungkinkan untuk para penegak hukum tersebut bertindak cepat," tutur Djayadi.

Lebih lanjut, Djayadi berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa langsung menindak kalau ada pelanggaran-pelanggaran dari segi penyelenggaraan Pemilu.

"Jadi pola-pola kampanye hitam atau fitnah, setidaknya itu tak mudah," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI