Wakil Ketua DPR Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai Presiden Joko Widodo tidak konsisten dengan komitmen melarang menteri merangkap jabatan partai politik.
"Kalau dulu presiden mengatakan tidak boleh rangkap jabatan dan sekarang boleh, saya rasa kita bisa tahu apakah satu kata dengan perbuatan," kata Fadli di DPR, Jakarta, Selasa (23/1/2018).
"Artinya seperti waktu itu presiden menjilat ludahnya sendiri gitu."
Fadli menyadari keputusan tetaplah di tangan Jokowi.
"Kita harus melihat ini sebagai hak prerogratif presiden. Presiden yang mempunyai hak ini, bahwa seorang menteri itu rangkap jabatan atau tidak karena menteri juga di pilih, diangkat dan di berhentikan oleh presiden," tutur Fadli.
Tapi, kata Fadli, kebijakan tersebut akan membuahkan preseden bahwa Presiden tidak konsisten dengan apa yang pernah disampaikan.
"Ketidakkonsistenan ini dampaknya buruk. Misalnya dari awal boleh ya boleh, kalau tidak ya tidak. Tapi ketidakkonsistenan ini menunjukkan bagaimana tidak adanya satu prosedur tetap yang baku, saya kira bisa menjadi contoh kepada yang lain," kata Fadli.
Jokowi membolehkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto tetap menjabat yang ketua umum Partai Golkar. Menteri Sosial Idrus Marham juga diizinkan merangkap jadi ketua koordinator bidang kelembagaan Partai Golkar.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid merangkap ketua koordinator bidang pemenangan pemilu Jawa dan Kalimantan untuk Partai Golkar.
Komitmen melarang menteri merangkap jabatan dulu pernah disampaikan Jokowi pada waktu kampanye pemilu presiden tahun 2014. Komitmen tersebut kembali disampaikan ketika Jokowi terpilih menjadi presiden. Salah satu alasan Jokowi yaitu agar para menteri fokus pada tugas negara.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tidak mempermasalahkan Presiden Joko Widodo membolehkan menteri rangkap jabatan di partai.
"Tidak masalah rangkap jabatan itu selama mendukung efektifitas kerja dari presiden," katanya di Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat.
Hasto mengatakan Presiden Jokowi memiliki hak prerogatif.
"Tetapi sekali lagi, kami menyerahkan ke bapak Presiden Jokowi," katanya.
"Tapi sebagai partai pengusung pemerintahan, sekiranya bapak Jokowi didalam tahun politik ini dan juga tantangan konsolidasi politik itu sudah diatasi dengan lebih baik, sehingga dukungan di parlemen jauh lebih kuat. Kemudian tantangan di bidang perekonomian melalui infrastruktur yang begitu masif, telah meletakkan dasar-dasar negara yang lebih baik, dan sekiranya beliau memberikan ruang bagi menteri yang rangkap jabatan untuk menjabat kembali, itu hal yang positif di dalam tahun-tahun politik ini."
"Kalau dulu presiden mengatakan tidak boleh rangkap jabatan dan sekarang boleh, saya rasa kita bisa tahu apakah satu kata dengan perbuatan," kata Fadli di DPR, Jakarta, Selasa (23/1/2018).
"Artinya seperti waktu itu presiden menjilat ludahnya sendiri gitu."
Fadli menyadari keputusan tetaplah di tangan Jokowi.
"Kita harus melihat ini sebagai hak prerogratif presiden. Presiden yang mempunyai hak ini, bahwa seorang menteri itu rangkap jabatan atau tidak karena menteri juga di pilih, diangkat dan di berhentikan oleh presiden," tutur Fadli.
Tapi, kata Fadli, kebijakan tersebut akan membuahkan preseden bahwa Presiden tidak konsisten dengan apa yang pernah disampaikan.
"Ketidakkonsistenan ini dampaknya buruk. Misalnya dari awal boleh ya boleh, kalau tidak ya tidak. Tapi ketidakkonsistenan ini menunjukkan bagaimana tidak adanya satu prosedur tetap yang baku, saya kira bisa menjadi contoh kepada yang lain," kata Fadli.
Jokowi membolehkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto tetap menjabat yang ketua umum Partai Golkar. Menteri Sosial Idrus Marham juga diizinkan merangkap jadi ketua koordinator bidang kelembagaan Partai Golkar.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid merangkap ketua koordinator bidang pemenangan pemilu Jawa dan Kalimantan untuk Partai Golkar.
Komitmen melarang menteri merangkap jabatan dulu pernah disampaikan Jokowi pada waktu kampanye pemilu presiden tahun 2014. Komitmen tersebut kembali disampaikan ketika Jokowi terpilih menjadi presiden. Salah satu alasan Jokowi yaitu agar para menteri fokus pada tugas negara.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tidak mempermasalahkan Presiden Joko Widodo membolehkan menteri rangkap jabatan di partai.
"Tidak masalah rangkap jabatan itu selama mendukung efektifitas kerja dari presiden," katanya di Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat.
Hasto mengatakan Presiden Jokowi memiliki hak prerogatif.
"Tetapi sekali lagi, kami menyerahkan ke bapak Presiden Jokowi," katanya.
"Tapi sebagai partai pengusung pemerintahan, sekiranya bapak Jokowi didalam tahun politik ini dan juga tantangan konsolidasi politik itu sudah diatasi dengan lebih baik, sehingga dukungan di parlemen jauh lebih kuat. Kemudian tantangan di bidang perekonomian melalui infrastruktur yang begitu masif, telah meletakkan dasar-dasar negara yang lebih baik, dan sekiranya beliau memberikan ruang bagi menteri yang rangkap jabatan untuk menjabat kembali, itu hal yang positif di dalam tahun-tahun politik ini."