Suara.com - Lembaga Studi dan swadaya masyarakat berbasis hak asasi manusia dan demokrasi, Setara Institute mengecam aksi kekerasan yang dilakukan kelompok misi ormas FPI di sebuah desa di Madura. Aksi kekerasan itu dilakukan Laskar Pembela Islam (LPI).
Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan aksi LPI di Pamekasan merupakan tindakan melawan hukum. Tindakan vigilante yang mendapat perlawanan dari masyarakat setempat tersebut telah mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka akibat tindak kekerasan.
“Mulai dari pemukulan dengan pentungan hingga penyiraman air cabai. Selain itu, tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh LPI-FPI tersebut telah mengakibatkan trauma di kalangan anak-anak dan perempuan,” kata Bonar, Selasa (23/1/2018).
Ormas berkedok Islam, LPI berkelahi dengan warga Warga Desa Desa Ponteh, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, Madura. Akibatnya 10 orang terluka. Korban terus bertambah.
Baca Juga: Tokoh FPI: Jangan Mau Dipecah Belah Isu Mahar Politik
Perkelahiran terjadi karena LPI masuk desa itu dengan membawa pentungan dan serbuk cabai. Polisi sudah menyita senjata-senjata mereka. Bentrokan itu terjadi, Jumat (19/1/2018) malam. Bentrokan terjadi karena aksi penyisiran yang dilakukan pihak ormas Islam tersebut. Warga desa menentang aksi itu.
Salah satu warga desa, Agus Aini mengalami pingsan saat kejadian karena hendak dibawa paksa oleh pasukan LPI, Satuki mengalami luka memar di kepala bagian atas dan dahi, karena terkena pentungan, sedangkan Hamidi hanya mengalami perih di mata karena tersiram air cabai.
Sementara Hamid, mengalami luka di bagian dada dan Suramlah mengalami "shock" karena pada saat kejadian hampir dipukul oleh kelompok ormas LPI.
Atas kejadian tersebut, SETARA Institute tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh LPI-FPI semakin menegaskan watak kekerasan yang tidak beradab yang ditampilkan secara berpola dan konsisten oleh FPI.
“FPI, sebagaimana kelompok-kelompok laskar vigilante lainnya selalu memanfaatkan masyarakat sebagai objek untuk menunjukkan eksistensi dan daya tawar diri mereka, terutama dalam perhelatan politik yang mulai menghangat di Jawa Timur,” kata Bonar.
Baca Juga: Gelar Aksi, Jubir FPI: Kami Masih Butuhkan Facebook
Menurut Bonar, kelompok-kelompok kekerasan ini seringkali menggunakan tameng agama dan klaim mewakili aspirasi mayoritas muslim dalam melakukan tindakan-tindakan organisasional untuk kepentingan mereka sendiri. Padahal umat Islam di Indonesia pada umumnya mengimani Islam yang berorientasi rahmatan lil ‘alamiin, termasuk umat Islam di Madura.