Sidang Setya Novanto, Saksi Ini Sering Jawab Lupa dan Tidak Tahu

Senin, 22 Januari 2018 | 20:53 WIB
Sidang Setya Novanto, Saksi Ini Sering Jawab Lupa dan Tidak Tahu
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/1/2018), dengan salah satu saksi yakni pengusaha Made Oka Masagung. [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Komisaris PT Gunung Agung, Made Oka Masagung yang menjadi saksi kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto, kerap menjawab lupa dan tidak tahu dalam persidangan. Made menjawab lupa dan tidak tahu ketika majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum menanyakan beberapa pertanyaan.

Jaksa Penuntut Umum KPK, Ariawan Agustiarto, antara lain menanyakan kepada Made perihal adanya aliran dana sebanyak USD 1,8 juta dari Biomorf Mauritius, milik Johannes Marliem.

"Saudara pernah melakukan transaksi dengan Biomorf Mauritius?" ujar Ariawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (22/1/2018).

Made pun menjawab dirinya memiliki transaksi di rekeningnya. Namun, ia mengaku tak mengetahui sumber aliran dana tersebut.

"Ada pengiriman, saya baru tahu dari penyidik (bahwa Biomorf Mauritius sebagai pengirim) sebesar USD 1.799.842," kata Made.

Jaksa Ariawan pun lebih jauh menanyakan soal uang tersebut. Pasalnya, Made langsung mencairkan seluruh uang tersebut pada keesokan harinya.

Made mengaku uang tersebut telah diberikan kepada beberapa pihak, di antaranya kepada Muda Ihsan Harahap, anak Made Oka, PT OEM Investment, dan diperuntukkan sebagai investasi Made Oka.

Kemudian, Jaksa KPK juga menanyakan urusan jual beli saham dengan Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudiharja.

Made mengaku dirinya hanya ingat menerima uang yang masuk ke perusahaannya Delta Energy di Singapura sebesar USD 2 juta. Ia pun mengaku lupa saat ditanya soal uang tersebut dan meminta penyidik KPK membantu untuk memberikan data.

"Saya lupa, makanya saya minta tolong penyidik. Saya kasih semua data dan surat kuasa, karena saya sudah tidak bisa akses lagi, sudah ditutup semua rekeningnya," ucap Made.

Kemudian, Ketua Majelis Hakim Yanto menanyakan perihal rekening Made yang ditutup. Kata Made, rekening tersebut ditutup sendiri oleh bank tersebut.

"Apakah bisa bank menutup tanpa permintaan yang punya?" kata Hakim Yanto.

"Betul," jawab Made.

Hakim Yanto pun kembali mencecar Made, lantaran ragu dengan jawaban Made.

"Inilah yang aneh. Saudara punya rekening nggak ada masalah, tapi ditutup bank. Saudara nggak pernah nanya ke bank kenapa ditutup. Ini kan aneh," kata Hakim Yanto.

Hakim Yanto pun mengingatkan kepada Made agar memberikan keterangan dengan benar lantaran sudah disumpah.

"Berikan keterangan apa adanya. Anda sudah disumpah. Saya ingatkan. Waktu pemeriksaan Andi kemarin, saudara akan berusaha berikan keterangan apa adanya dan bisa mencari data. Tapi sampai sekarang kok begitu. Sudah ada usaha-usaha apa? Sudah coba ke bank?" tutur Yanto.

Made lantas mengaku banyak lupa lantaran pernah menderita stroke dan sempat dirawat di RSPAD Gatot Soebroto. Dikatakan Made, dirinya hanya bisa ingat peristiwa 30 sampai 40 tahun yang lalu.

"‎Saya kena stroke tahun 1990. Terakhir dua atau tiga bulan lalu saya kena juga. Sejak itu pelupa. Makanya saja jual perusahaan. Sekarang saya pensiun. Semenjak sakit itu memori saya sudah jelek. Dokter yang katakan itu," tandasnya.

Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan sejumlah saksi. Saksi yang dihadirkan antara lain yakni terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP Andi Agustinus atau Andi Narogong, Made Oka Masagung, mantan anggota DPR Mirwan Amir, Direktur Utama PT Cisco System Indonesia Charles Sutanto Ekapraja, dan Direktur Utama PT Aksara Aditya Ariadi Suroso.

Dalam kasus ini, Novanto didakwa menerima uang dari proyek e-KTP sebesar 7,3 juta dolar AS. Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar diduga melakukan pertemuan bersama-sama dengan pihak lain. Novanto diduga menyalahgunakan kewenangan untuk mengintervensi proses e-KTP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI