AJI dan Geramm Kecam Pelecehan Seksual pada Jurnalis Perempuan

Senin, 22 Januari 2018 | 19:45 WIB
AJI dan Geramm Kecam Pelecehan Seksual pada Jurnalis Perempuan
Sejumlah jurnalis perempuan melakukan aksi Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2016. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan politisi di Malaysia, Indonesia, dan Filipina, seperti dimuat dalam laporan Asian Correspondent, sangat memprihatinkan. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang berbasis di Jakarta dan Gerakan Media Merdeka (Geramm) yang berbasis di Kuala Lumpur sepakat bahwa laporan yang disampaikan Asian Correspondent harus disikapi.

Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Asian Correspondent, delapan jurnalis perempuan dari Malaysia, Indonesia dan Filipina telah menjadi korban pelecehan seksual saat melakukan pekerjaan mereka sebagai jurnalis profesional.

Laporan tersebut mengutip cerita dua jurnalis perempuan Malaysia dan seorang jurnalis perempuan Indonesia. Ketiganya berbagi pengalaman serupa tentang terjadinya pelecehan seksual saat menjalankan profesinya sebagai jurnalis. Tindakan pelecehan itu dilakukan melalui pesan teks, kontak fisik, hingga undangan makan malam 'khusus.'

"Hal yang disesalkan, ada satu fakta yang terungkap bahwa ketika jurnalis perempuan melaporkan kasus pelecehan seksual itu pada editornya, ia justru diminta untuk 'memanfaatkan' situasi itu untuk mendapatkan berita yang lebih eksklusif," kata Endah Lismartini dari AJI Indonesia, dalam keterangan resmi, Senin (22/1/2018).

Baca Juga: Pilih Ketua Baru, AJI Padang Gelar Konferta

Menyadari bahwa ini adalah masalah umum di kedua negara dan di kawasan ini, kami ingin mendesak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menolak dan terus menolak segala bentuk pelecehan seksual terhadap semua jurnalis, atau dalam kasus khusus ini terhadap jurnalis perempuan. Kasus-kasus seperti ini telah lama diabaikan karena dianggap tidak penting, bahkan dianggap hal yang 'normal' sebagai bagian dari interaksi sehari-hari antara jurnalis dan sumber berita mereka.

"AJI dan Geramm percaya bahwa dengan munculnya suara dari beberapa jurnalis perempuan yang berani berbagi cerita, berarti ini saatnya bagi kantor media untuk merespons laporan kasus tersebut dengan serius, dan mempertimbangkan membuat kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut," ujar Alya, dalam kesempatan yang sama.

Batas kabur antara pelecehan seksual dan hubungan baik dengan nara sumber, harus ditarik dengan jelas. Perlu ada saluran yang jelas agar masalah semacam ini bisa segera ditangani. Berdasarkan sejumlah catatan itu, kami menuntut semua sumber berita, terlepas dari status mereka, untuk menunjukkan rasa hormat terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya.

Sebagai organisasi yang memperjuangkan kebebasan pers dan hak-hak praktisi media, AJI dan Geramm sepakat bahwa isu pelecehan seksual harus ditangani secara menyeluruh. "Kami juga menekankan pentingnya bagi jurnalis untuk membangun hubungan dan komunikasi dengan para politisi dan nara sumber secara profesional dengan didasarkan pada prinsip saling menghormati," ujarnya.

Baca Juga: AJI Jakarta: Ada Empat Kasus PHK Perusahaan Media Tahun 2017

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI