Arif, sambung Rio, meminta pengendara motor itu mengambil jalan sebelah kiri mobil yang masih lebar.
Namun, Rio mengklaim pengendara motor itu malah marah, berteriak-teriak, dan mencabut pistolnya.
“Dia mengokang dan mengarahkan moncong pistol ke arah kaca depan mobil kami. Saya turun, karena kondisi yang tidak kondusif. Saya berusaha mendinginkan dan melerai. Tapi bukannya makin dingin, malah semakin menjadi-jadi. Kemudian, pistol itu diarahkan ke kepala Arif, saya pegang tangannya. Saya berusaha kasih pengertian lagi, sambil mengatakan, jangan gitu mas," ungkapnya.
Tapi, pengendara motor itu justru semakin marah. Rio mengklaim pelaku menggetok kepala Arif memakai pistol. Karena mengkhawatirkan terjadi pertumpahan darah, Rio mengakui spontan meraih senjata si pengendara motor. Ketika itulah Fernando Wowor ikut turun dari mobil.
Baca Juga: Ini Penjelasan WIKA soal Ambruknya Box Girder LRT di Kayu Putih
“Kami berusaha merebut pistolnya. Saya dibantu almarhum yang memiting leher pelaku sampai jatuh dari moto besarnya. Mulailah rusuh. Warga juga ikut memukuli si pembawa pistol itu. Suasana sudah kacau,” tambahnya.
Saat situasi kisruh, Rio mengakui ada seseorang yang menarik wajahnya dari belakang sekaligus mencakar pipinya.
Alhasil, cengkeraman Rio untuk merebut pistol si pengendara motor itu gagal dan dia membalikkan badan untuk menghadapi si pencakar.
“Saat itulah tiba-tiba saya mendengar bunyi ‘dor’. Kawan saya, Fernando Wowor tumbang. Saya kaget, lalu saya tangkap lagi pistol si pelaku dengan agak memaksa ibu jarinya tekan tombol pelepas magazine. Jatuhlah magazine ke tanah,” jelasnya.
Rio lantas mengambil pistol itu. Sementara si penembak dikeroyok massa.
Baca Juga: Dirut Jakpro Sebut Ambruknya Box Girder LRT Tidak Biasa
“Saya pungut magazine itu, ternyata berisi peluru asli. Saya panik dan teriak-teriak minta pertolongan untuk mengangkat almarhum ke mobil dan dibawa ke RS Vania,” tandasnya.