Suara.com - Pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan yang menyebutkan sudah ada lima fraksi di DPR yang setuju perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender di Indonesia dikecam anggota Komisi Hukum DPR Arteria Dahlan.
"Saya sangat kecewa, prihatin dan menyesalkan sikap Pak Zulkifli dalam kapasitasnya selaku ketua MPR secara ceroboh dan tanpa dasar melontarkan pernyataan yang keji serta cenderung menista institusi DPR, wabil khusus lima fraksi di DPR yang juga tidak jelas fraksi yang mana," kata Arteria dari Fraksi PDI Perjuangan, hari ini.
Menurut Arteria pernyataan Zulkifli memperlihatkan kalau Zulkifli gagal mengawal empat Pilar Kebangsaan.
"Jujur saya sangat kaget, seperti halilintar di siang bolong, seorang ketua MPR, pengawal sekaligus benteng 4 Pilar, membuat pernyataan sesat, ceroboh dan tanpa dasar. Ini kan semakin membuat gaduh, memulai polemik yang tak berkesudahan."
Walau demikian, Arteria menyarankan agar menghentikan polemik itu di ruang publik, dengan tetap mempermasalahkan pernyataan tersebut dalam kanal-kanal yang tepat. Kanal yang tepat yaitu meminta para pimpinan MPR untuk mengadakan rapat pimpinan guna membahas hal tersebut, meminta alat kelengkapan DPR yang berwenang untuk meminta Zulkifli melakukan klarifikasi, agar tidak gaduh dan membuat polemikn yang tidak perlu.
"Saya tidak habis pikir kok beliau bisa melontarkan hal seperti itu, apa motifnya, terburuk sekalipun kalau mau populerkan masih banyak isu yang bisa dimainkan, bukan isu ini, bahkan kalau mau sensasi jangan makan rumput tetangga dong kan masih bisa makan rumput di hutan, nggak baik dan sangat tidak elok, apalagi disaat DPR sedang memacu dirinya untuk bertransformasi sebagai parlemen modern yang dipercaya rakyat."
Arteria meminta Zulkifli mengoreksi pernyataan yang menurut arteria sensasional, sesat, dan tanpa dasar.
"Kan jelas sekali ngawurnya, pertama: DPR sama sekali tidak pernah melakukan pembahasan terkait LGBT. Alat Kelengkapan Dewan DPR, dalam hal ini Badan Legislasi DPR sama sekali tidak pernah membahas UU LBGT, jangankan disetujui, dibahas dan bahkan diagendakan saja tidak."
Kedua, kata Arteria yang juga masuk dalam Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi RUU KUHP, ikut menyaksikan sendiri betapa pergulatan dan dialektika kebangsaan di saat fraksi-fraksi membahas mengenai rumusan delik perzinahan dan perkosaan.
"Perlu saya sampaikan kepada publik, Komisi III dan pemerintah telah secara khidmat dan ikhtiar penuh memastikan perubahan norma rumusan norma yang membahas antara redaksi “hubungan seksual antara laki2 dan perempuan” pada KUHP lama dengan menghadirkan redaksi “setiap bentuk aktivitas seksual” dalam Rumusan KUHP Baru, tanpa membedakan jenis kelamin. Fraksi kami yang sering dikesankan anti islam justru sangat serius mengawal kehendak rakyat dengan mendasarkan dan memperhatikan keinginan ulama-ulama dan tokoh agama, yang pada intinya berkesimpulan bahwa tidak ada agama manapun yang menyetujui LGBT, walau demikian kami tidak hanya berhenti di situ, kamu meminta semua pihak untuk memikirkan permasalahan LGBT secara serius, sebagai fakta sosial yang harus diselesaikan."