Intervensi Presiden Akhiri Pro-Kontra Larangan Cantrang

Ardi Mandiri Suara.Com
Minggu, 21 Januari 2018 | 06:45 WIB
Intervensi Presiden Akhiri Pro-Kontra Larangan Cantrang
Presiden Jokowi membuka rakernas 2018 Kementerian Agraria Tata Ruang di Jakarta. [Foto Kris - Biro Pers Setpres]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Persoalan larangan cantrang yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan akhirnya membuahkan hasil intervensi langsung dari Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara.

Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (17/1), menepati janjinya untuk bertemu dengan perwakilan nelayan, yaitu Ketua Aliansi Nelayan Indonesia Riyono, Wakil Ketua Aliansi nelayan Indonesia Suyoto, Ketua KUD Mina Santosa Tegal Hadi Santosa, dan nahkoda kapal Rasmijan.

Mereka hadir bersama Bupati batang Wihaji, Bupati Tegal Enthus Susmono, Wali Kota Tegal Nursoleh, Bupati Pati Haryanto, dan Bupati Rembang Abdul Hafidz.

Sedangkan Presiden saat pertemuan berlangsung didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja.

Pertemuan itu berlangsung dengan dibarengi aksi damai ribuan nelayan dari berbagai daerah di depan Istana Merdeka, dari Rabu pagi hingga siang hari.

Hasil pertemuan itu? Presiden Jokowi menyatakan pemerintah memberi kesempatan kepada nelayan untuk beralih dari penggunaan cantrang.

"Kesimpulannya adalah diberikan waktu untuk sampai rampung semua, pindah dari cantrang menuju ke yang baru, tanpa ada batasan waktu pun. Tapi jangan sampai menambah kapal," kata Presiden Jokowi.

Seusai pertemuan, Menteri Susi langsung menemui para nelayan yang sedang melakukan aksi di depan Istana Merdeka, dan meminta para nelayan untuk menyepakati hasil dari pertemuan tersebut.

"Saya tidak mau ada kapal cantrang ilegal, tidak punya ukuran, atau ukuran 'mark down' masih melaut. Kemudian tidak boleh ada kapal tambahan lagi. Semua harus berniat beralih alat tangkap," ucap Susi Pudjiastuti.

Melindungi Nelayan Susi juga menjelaskan kepada nelayan bahwa tujuan pemerintah membuat kebijakan tersebut adalah semata-mata untuk melindungi para nelayan dan laut Indonesia sehingga diharapkan nelayan mendukung setiap program dan kebijakan yang dibuat pemerintah.

Menteri Susi juga menyatakan kepada nelayan bahwa pemerintah tidak segan untuk membantu agar kehidupan para nelayan di seluruh Tanah Air semakin sejahtera.

Keesokan harinya, Susi juga mengadakan jumpa pers di kantornya, Kamis (18/1), dan mengulang hasil pertemuan dengan mengatakan bahwa pemerintah memberi kesempatan nelayan beralih dari cantrang, tapi dengan sejumlah ketentuan.

Susi menegaskan, ketentuan itu antara lain nelayan cantrang hanya bisa melaut di kawasan perairan pantai utara (Pantura) Laut Jawa.

Selain itu, ujar dia, ketentuan lainnya adalah tidak boleh ada penambahan kapal nelayan dengan alat tangkap cantrang.

Selanjutnya, nelayan juga diharapkan bisa benar-benar mengukur ulang kapalnya agar diketahui ukuran kapal itu yang sebenarnya, dan seluruhnya harus terdaftar satu per satu.

Nelayan cantrang yang boleh beroperasi juga hanya yang berasal dari Batang, Tegal, Rembang, Pati, Juwana, dan Lamongan. Semua daerah itu terdapat di Provinsi Jawa Tengah, kecuali Lamongan yang masuk jawa Timur.

"Move On" Menteri Susi juga menginginkan berbagai pihak dapat "move on" atau tidak lagi membahas mengenai alat tangkap cantrang karena telah ada komitmen yang tercipta antara pemerintah dengan perwakilan nelayan.

Menurut Susi, pemerintah betul-betul tegas dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan nasional, bahwa keberlanjutan menjadi salah satu pilar pembangunan dalam bidang tersebut.

Untuk itu, ujar dia, pengusaha saat ini juga harus bisa berbisnis dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, baik dari segi laba maupun dari aspek kelestarian produksinya.

Sedangkan bagi para nelayan yang masih menggunakan cantrang, Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan bahwa pihaknya akan mendata satu per satu dan bakal dibantu untuk mengganti alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.

Menteri Kelautan dan Perikanan juga tidak menginginkan ada pihak yang memprovokasi nelayan terkait permasalahan cantrang sebagai alat tangkap tidak ramah lingkungan.

Untuk itu, ia ingin berbagai kalangan seperti pengusaha tidak boleh memprovokasi dan politisi jangan sampai main-main dengan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan untuk masa depan bangsa ini.

Susi menginginkan berbagai pihak dapat bersinergi dalam mengembangkan stabilitas nasional.

Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto dalam diskusi, Jumat (19/1), mendukung kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait cantrang, karena bila tidak dikendalikan dan diawasi lama-lama akan menjadi destruktif.

Menurut dia, penataan sektor kelautan dan perikanan yang dilakukan KKP agar sumber daya ikan nasional tidak terus berkurang.

Ia juga mengemukakan, pihaknya juga bakal bersama-sama KKP mencari solusi guna mengatasi permasalahan kekurangan bahan baku ikan yang menimpa sejumlah industri perikanan.

Tim Independen Sejumlah pihak juga telah melontarkan usulan seperti pembentukan tim independen yang berasal dari seluruh pemangku kepentingan sektor kelautan dan perikanan, yang dinilai merupakan hal yang penting untuk menuntaskan kontroversi terkait penggunaan alat cantrang yang digunakan nelayan.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengemukakan, tim independen tersebut berasal dari seluruh kalangan, termasuk para pakar ilmu kelautan dan perikanan agar hasil uji petiknya lebih akurat, valid, objektif, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Politisi PAN itu juga mengingatkan agar pemerintah benar-benar memberikan kepastian terkait permasalahan tersebut agar kontroversi larangan penggunaan cantrang jangan sampai menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Sebelumnya, sejumlah pihak juga telah mengusulkan pembentukan tim independen terkait uji petik cantrang, seperti Kamar Dagang Industri (Kadin) yang mengusulkan agar pemerintah segera membentuk tim independen yang beranggotakan wakil dari pemerintah, akademisi, dan nelayan untuk mengkaji berbagai alat tangkap pukat hela dan pukat tarik, termasuk cantrang.

Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto, tim tersebut bakal bermanfaat untuk mengkaji secara ilmiah apakah alat tangkap itu merusak lingkungan atau tidak.

Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dalam sejumlah kesempatan juga mengingatkan agar KKP memberikan alternatif agar jangan sampai larangan dalam menggunakan cantrang menghancurkan mata pencaharian nelayan.

Hal tersebut, lanjutnya, karena jika tidak ada solusi, jelas akan berdampak kepada perekonomian nelayan.

Atasi Kesenjangan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan pemerintah mengatasi kesenjangan antara kebijakan dengan penerapan sektor kelautan, seperti larangan cantrang tetapi harus dipastikan seluruh nelayan menerima penggantian alat tangkap.

Sekjen Kiara Susan Herawati menilai adanya kesenjangan antara semangat dari kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan melalui kebijakan alat penangkapan ikan dengan implementasinya.

Menurut dia, skema implementasi peralihan alat tangkap masih belum melihat disparitas kebutuhan dan kemampuan serta konteks keragaman dari masyarakat pesisir, baik dalam aspek sosiologis, geografis, maupun ekonomi politik.

Pusat Data dan Informasi Kiara pada 2017 mencatat sejumlah respons nelayan terkait proses implementasi dari kebijakan pengaturan alat penangkapan ikan ini.

Sekjen Kiara menyampaikan sejumlah temuan seperti ada nelayan yang telah mendaftar peralihan alat tangkap tetapi ternyata merasa bahwa alat tangkap yang baru tidak sesuai dan tidak dapat digunakan untuk menangkap ikan.

Kiara mencatat adanya beberapa hal yang membuat kebijakan ini masih memerlukan waktu untuk diterapkan, seperti adanya permasalahan dalam skema bantuan peralihan alat tangkap yang belum merata dan tidak sesuai dengan spesifikasi alat tangkap yang dibutuhkan nelayan.

Implementasi kebijakan tersebut, lanjutnya, dinilai masih belum mengakomodir kebutuhan dan keragaman nelayan dengan kondisi geografis pesisir yang berbeda-beda.

Dengan kata lain, sebelum kebijakan dibuat, berbagai pihak juga harus berpikir hingga sedetail-detailnya dan searif-arifnya agar pelaksanaan regulasi itu juga dapat diterima oleh beragam kalangan.

Jangan sampai kebijakan yang masih belum siap atau bersifat setengah matang langsung digulirkan begitu saja, sehingga ujung-ujungnya membutuhkan intervensi dari Presiden. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI