Lima Kebohongan Sudding Cs versi Hanura Kubu Oesman Sapta

Sabtu, 20 Januari 2018 | 06:33 WIB
Lima Kebohongan Sudding Cs versi Hanura Kubu Oesman Sapta
Sekretaris Jenderal DPP Partai Hanura, Sarifudin Sudding di KPU [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - DPP Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang menuding Sarifuddin Sudding serta kelompok yang mengatasnamakan kubu Munaslub Bambu Apus telah melakukan kebohongan publik atas klaim sebagai DPP Hanura yang sah.

"Kami harus merespon temen-teman yang mengatasnamakan Munaslub ilegal, setiap hari memproduksi berita-berita yang menyesatkan dan berita kebohongan," kata Ketua DPP Partai Hanura kubu Oesman Sapta, Benny Rhamdani, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2018).

Kata Benny, pernyataan yang selalu disampaikan ke publik melalui media kemudian menjadi alat propaganda terhadap pengurus Hanura di daerah seluruh Indonesia. Tapi tidak semua DPD dan DPC terpengaruh akan hal itu.

Benny mengatakan, setidaknya ada lima hal yang menjadi kebohongan kubu Sudding. Pertama, soal adanya penggelapan uang partai oleh oknum di internal DPP kubu Oesman Sapta.

Baca Juga: Hujatan dan Hoax Marak di Medsos, LIPI: Karena Hukum Kurang Tegas

"Ini kalau benar adanya penggelapan uang, kalau uang milik partai hilang, dihilangkan oleh ketua umum atau pengurus DPP, maka kenapa tidak ambil tindakan melaporkan untuk kasus hukum. Yang ada, tata kelola uangnya sehat, keuangan partai ini bertambah," ujar Benny.

Kebohongan kedua, kata Benny, mengenai tudingan, di bawah kepemimpinan Oesman Sapta, Partai Hanura lebih buruk dari sebelumnya. Variabelnya, yaitu beberapa hasil lembaga survei yang menujukkan elektabilitas Partai Hanura menurun.

Diungkapkan Benny, indikator yang digunakan kubu Sudding, yaitu hasil Pemilu 2014 yang mendapatkan 16 kursi di DPR atau 5,6 persen. Mestinya, kata dia, jika ingin melihat apakah Hanura bertambah baik atau buruk, tunggu dulu hasil Pemilu 2019, bukan dinilai lewat hasil lembaga survei.

"Kalau itu kan tidak apple to apple. Itu adalah kebohongan yang diproduksi mereka. Tata kelola organisasi partai berhasil loh. Ketika Pak OSO dilantik, kepengurusan anak cabang diangka 41 persen. Sekarang kan diangka 81 persen," ujar Benny.

Ketua DPP Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang, Benny Rhamdani (kedua dari kiri), di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2018). [Suara.com/Dian Rosmala]

Baca Juga: Indonesia Kirim Dua Wakil ke Semifinal Malaysia Masters

Foto: Ketua DPP Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang, Benny Rhamdani (kedua dari kiri), di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2018). [Suara.com/Dian Rosmala]

Kebohongan ketiga, yaitu mengenai dukung dari 27 DPD dan 401 DPC untuk dilakukannya Munaslub. Kata dia, DPD yang menyatakan menolak Munaslub dan setia pada Oesman Sapta saat ini sebanyak 19 DPD dan 277 DPC. Jika ditotal, maka angkanya sudah sudah jauh lebih banyak dari total keseluruhan DPD dan DPC.

"Ada yang menarik, DPC yang datang di Munaslub itu akan datang ke sini dan mengatakan mosi tidak percaya, kemudian membatalkan keterlibatan di Munaslub. Ya memang mereka ini korban hasutan," tutur Benny.

Kebohongan keempat, yakni terkait informasi yang disampaikan pada seluruh DPD bahwa setiap orang yang akan maju sebagai kandidat pada pemilihan legislatif tingkat daerah harus membayar Rp1 miliar ke partai.

"Itu tentu bohong. Justru yang akan dilakukan Ketum, calon yang potensi nanti diinjeksi (dibantu uang) oleh partai," kata Benny.

Oesman Sapta Odang tunjukkan SK Kemenkumham soal Kepengurusan Partai Hanura. (suara.com/Bagus Santosa)

Foto: Oesman Sapta Odang tunjukkan SK Kemenkumham soal kepengurusan Partai Hanura. (suara.com/Bagus Santosa)

Kebohongan terakhir, menurut Benny, mengenai tafsiran atas Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga bahwa kegiatan pemecatan Oesman Sapta sebagai ketua umum legal.

"AD/ART ini mereka memanipulasi. Pasal 15 AD/ART tentang pengisian pengosongan jabatan. Kemudian Pasal 16 pergantian Ketum hanya bisa dilakukan melalui Munaslub, dalam keadaan khusus. Dalam keadaan khusus itu, jika misalnya Pak Wiranto itu kemarin diangkat Menkopolhukam terjadi kekosongan. Maka Munaslub," ujar Benny.

"Kemudian dipersyaratan Munaslub diatur di dalam Pasal 23. Syaratnya, yaitu berhalangan tetap, melakukan pelanggaran AD/ART, atau pidana, harus undur diri, dan mendapatkan dukungan 2/3 DPD dan DPC," Benny menambahkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI