Kebohongan ketiga, yaitu mengenai dukung dari 27 DPD dan 401 DPC untuk dilakukannya Munaslub. Kata dia, DPD yang menyatakan menolak Munaslub dan setia pada Oesman Sapta saat ini sebanyak 19 DPD dan 277 DPC. Jika ditotal, maka angkanya sudah sudah jauh lebih banyak dari total keseluruhan DPD dan DPC.
"Ada yang menarik, DPC yang datang di Munaslub itu akan datang ke sini dan mengatakan mosi tidak percaya, kemudian membatalkan keterlibatan di Munaslub. Ya memang mereka ini korban hasutan," tutur Benny.
Kebohongan keempat, yakni terkait informasi yang disampaikan pada seluruh DPD bahwa setiap orang yang akan maju sebagai kandidat pada pemilihan legislatif tingkat daerah harus membayar Rp1 miliar ke partai.
"Itu tentu bohong. Justru yang akan dilakukan Ketum, calon yang potensi nanti diinjeksi (dibantu uang) oleh partai," kata Benny.
Baca Juga: Hujatan dan Hoax Marak di Medsos, LIPI: Karena Hukum Kurang Tegas
Foto: Oesman Sapta Odang tunjukkan SK Kemenkumham soal kepengurusan Partai Hanura. (suara.com/Bagus Santosa)
Kebohongan terakhir, menurut Benny, mengenai tafsiran atas Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga bahwa kegiatan pemecatan Oesman Sapta sebagai ketua umum legal.
"AD/ART ini mereka memanipulasi. Pasal 15 AD/ART tentang pengisian pengosongan jabatan. Kemudian Pasal 16 pergantian Ketum hanya bisa dilakukan melalui Munaslub, dalam keadaan khusus. Dalam keadaan khusus itu, jika misalnya Pak Wiranto itu kemarin diangkat Menkopolhukam terjadi kekosongan. Maka Munaslub," ujar Benny.
"Kemudian dipersyaratan Munaslub diatur di dalam Pasal 23. Syaratnya, yaitu berhalangan tetap, melakukan pelanggaran AD/ART, atau pidana, harus undur diri, dan mendapatkan dukungan 2/3 DPD dan DPC," Benny menambahkan.
Baca Juga: Indonesia Kirim Dua Wakil ke Semifinal Malaysia Masters