Suara.com - Pemerintah Kota Surabaya menemukan anak perempuan usia delapan tahun berinisial YK, yang mengalami kecanduan seks (sexual addiction).
"Saat ini sudah dilakukan pendampingan oleh psikolog," kata Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya Nanis Chairani seperti dilansir Antara, Kamis (18/1/2018).
Ia mengatakan, kasus ini ditemukan saat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memerintahkan kepada jajarannya di tingkat kecamatan dan kelurahan, untuk mencari warganya yang mengalami kondisi buruk.
Dalam pencarian itu, ditemukan keluarga yang anggotanya menderita sakit TBC. Setelah dilakukan pendekatan kepada keluarga tersebut, akhirnya si ibu juga bercerita bahwa salah satu anaknya mengalami perilaku seks yang menyimpang.
"Artinya, anak tersebut belum waktunya sudah berperilaku seperti orang dewasa," katanya.
Menurut dia, pihaknya kemudian melakukan pendekatan dan melakukan koordinasi bersama puskesmas untuk memberikan pengobatan kepada anak tersebut.
Nanis menjelaskan, bocah SD itu kecanduan seks karena sebelumnya tinggal bersama sang nenek di kawasan lokalisasi Dolly—kini sudah ditutup.
Saat itu, usianya masih dua tahun. Faktor lingkungan yang membuat anak tersebut mengalami perilaku menyimpang.
Perilaku anak tersebut diketahui saat ia tinggal bersama ibunya. Anak itu mempraktikkan perilaku kecanduan seksual kepada adik-adiknya.
"Dari pengakuan anak tersebut, ia diajari oleh orang dewasa, pada saat ia tinggal bersama dengan neneknya," ujarnya.
Menurut Nanis, keberadaan lokalisasi memang sangat membahayakan utamanya berpengaruh merusak otak maupun perilaku anak.
Terdeteksinya kasus seperti itu, lanjut dia, harus segera digali lebih dalam untuk mengetahui kemungkinan adanya anak-anak dengan kondisi yang sama.
"Tujuan utamanya bagaimana supaya anak-anak bisa tumbuh berkembang dengan wajar dan bisa berprestasi, bisa mempunyai masa depan yang cerah," katanya.
Ia mengatakan, DP5A mempunyai lembaga yang khusus menangani permasalahan anak dan perempuan, lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan Dan Anak (PPTP2A) di lingkup kota, dan Pusat Krisis Berbasis Masyarakat (PKBM) di lingkup kecamatan.
"Warga Surabaya bisa datang langsung ke tempat tersebut untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan anak dan perempuan," jelasnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Febria Rachmanita menyampaikan, untuk memulihkan kondisi anak tersebut, pihaknya kekinian telah melakukan pendampingan, baik dari segi pengobatan maupun pendampingan dari segi psikiater dan psikolog.
"Untuk menangani pasien seperti ini, tidak hanya pasiennya saja, keluarganya pun kami ajak, jadi keluarga itu kita gali juga dari psikolog," ujarnya.
Febria juga mejjelaskan, pihaknya terus melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat sebagai upaya deteksi dini dan pencegahan terhadap permasalahan anak.
"Dengan melakukan pengawasan terhadap anak, diharapkan tidak terjadi lagi kasus yang tadi," terangnya.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Surabaya Muhammad Fikser menambahkan, jika masyarakat menemukan kasus serupa maka diminta menyampaikan informasi tersebut kepada pihak kelurahan ataupun kecamatan.
"Bisa juga langsung melalui DP5A, telepon Command Center 112, dan Puspaga (Pusat Pengaduan Seputar Masalah Keluarga), banyak hal konseling untuk menyelesaikan masalah-masalah anak ini," ungkapnya.