Menurut Nanis, keberadaan lokalisasi memang sangat membahayakan utamanya berpengaruh merusak otak maupun perilaku anak.
Terdeteksinya kasus seperti itu, lanjut dia, harus segera digali lebih dalam untuk mengetahui kemungkinan adanya anak-anak dengan kondisi yang sama.
"Tujuan utamanya bagaimana supaya anak-anak bisa tumbuh berkembang dengan wajar dan bisa berprestasi, bisa mempunyai masa depan yang cerah," katanya.
Ia mengatakan, DP5A mempunyai lembaga yang khusus menangani permasalahan anak dan perempuan, lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan Dan Anak (PPTP2A) di lingkup kota, dan Pusat Krisis Berbasis Masyarakat (PKBM) di lingkup kecamatan.
"Warga Surabaya bisa datang langsung ke tempat tersebut untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan anak dan perempuan," jelasnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Febria Rachmanita menyampaikan, untuk memulihkan kondisi anak tersebut, pihaknya kekinian telah melakukan pendampingan, baik dari segi pengobatan maupun pendampingan dari segi psikiater dan psikolog.
"Untuk menangani pasien seperti ini, tidak hanya pasiennya saja, keluarganya pun kami ajak, jadi keluarga itu kita gali juga dari psikolog," ujarnya.
Febria juga mejjelaskan, pihaknya terus melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat sebagai upaya deteksi dini dan pencegahan terhadap permasalahan anak.
"Dengan melakukan pengawasan terhadap anak, diharapkan tidak terjadi lagi kasus yang tadi," terangnya.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Surabaya Muhammad Fikser menambahkan, jika masyarakat menemukan kasus serupa maka diminta menyampaikan informasi tersebut kepada pihak kelurahan ataupun kecamatan.