Suara.com - Lembaga studi dan swadaya masyarakat berbasis isu hak asasi manusia dan demokrasi, Imparsial menyoroti soal netralitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Indonesia selama pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan pemilihan umum 2019. Banyak jenderal aktif dan pensiunan jenderal ikut dalam kontestasi politik itu.
Direktur Imparsial Al Araf memandang penting Polisi, TNI, Intelijen menjaga profesionalitas menjelang dan saat pelaksanaan Pilkada dan Pemilu ke depan.
"Pemihakan pada salah satu kandidat, upaya pemanfaatan situasi sosial-politik untuk tujuan lain, dan bentuk penyimpangan lain dari profesionalismenya selama pelaksanaan politik elektoral itu harus dicegah dan dihindari," kata teman dekat mendiang aktivis HAM Munir itu, Jumat (19/1/2018).
Menurut Al, keberpihakan aparat keamanan kepada salah satu kandidat dan apalagi terlibat dalam pemenangan salah satu kandidat melalui mobilisasi dan penggunaan sumberdaya yang dimilikinya jelas akan mengancam kehidupan demokrasi dan keamanan pelaksanaan Pilkada itu.
Baca Juga: Sandiaga Kaget Dilaporkan Kasus Tanah saat Ikut Pilkada DKI
"Adanya keharusan bagi aktor keamanan untuk menjaga independensi dan profesioalitasnya sesungguhnya juga ditegaskan dalam regulasi keamanan yang secara jelas dan tegas telah melarang anggota TNI dan Polri terlibat dalam kegiatan politik praktis," jelasnya.
Aparat penegak hukum diminta menindak tegas setiap pelaku ujaran kebencian dengan tetap memperhatikan dan merujuk pada standar dan norma HAM untuk memastikan hak asasi manusia dan keberagaman atau kebhinekaan terjamin dan terlindungi
"Larangan untuk berpolitik di dalam UU Polri dan UU TNI itu mensyaratkan kepada para anggota TNI dan anggota Polri untuk tidak melakukan langkah-langkah politik atau manuver politik sebelum mengundurkan diri jika mencalonkan menjadi kandidat dalam Pilkada. Sepanjang mereka masih menjadi anggota TNI-Polri aktif mereka tidak boleh melakukan kampanye politik dan langkah-langkah politik lainnya," katanya.