Eks Pengacara Setnov Fredrich Yunadi Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Januari 2018 | 13:48 WIB
Eks Pengacara Setnov Fredrich Yunadi Ajukan Praperadilan
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/1).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta, Ampera, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2017). Fredrich merupakan tersangka kasus dugaan menghalang-halangi penyidikan KPK kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto.

"Kita baru saja daftarkan gugatan praperadilan terhadap KPK. Praperadilan ini kita ajukan berdasarkan permintaan dari pak Fredrich karena ada beberapa hal," ujar Kuasa Hukum Fredrich, Sapriyanto Refa.

Pengajuan gugatan praperadilan lantaran beberapa hal yang dilakukan KPK terhadap Fredrich tidak sah. Pertama, perihal penetapan tersangka Fredrich, kedua penyitaan barang-barang dan ketiga penangkapan dan penahanan yang dilakukan KPK.

Reva mengatakan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, KPK harus memiliki dua alat bukti.

Baca Juga: Saksi Sidang Setnov: Sumpah Saya Tak Tahu Pak Hakim, Mungkin Ular

"Untuk praperadilan ini disamping KUHAP yang dijadikan dasar hukum kita juga adalah putusan MK Nomor 21 tahun 2013. Jadi penetapan tersangka minimal dua alat bukti dari bukti permulaan yang cukup yang disebutkan KUHAP dan kita menganggap dua bukti permulaan yang cukup itu nggak terpenuhi dalam penetapan Fredrich sebagai tersangka," kata dia

Kemudian penyitaan barang-barang milik tersangka kata Reva harus berdasarkan penetapan ketua pengadilan dari PN Jakarta Selatan atau Pengadilan Tipikor. Pasalnya kasus yang berkaitan dengan Novanto merupakan kasus tindak pidana korupsi.

Tak hanya itu, Reva juga menilai seharusnya penyitaan barang-barang yang dilakukan KPK kepada kliennya harus berkaitan dengan tindak pidana perihal dugaan menghalang-halangi penyidikan KPK. Penyitaan barang-barang terhadap kliennya tidak memilliki hubungan dengan dugaan pasal 21 yang disangkakan kepada Fredrich.

"Seharusnya barang bukti yang dicari adalah dalam rangka barang bukti untuk menghalang-halangi, tapi kenyataan yang disita hampir semua dokumen yang nggak hubungannya dengan pelanggaran pasal 21, misalnya dokumen berkaitan perkara lain yang tidak ada hubungannya dengan perkara ini itu juga diambil oleh penyidik dan dilakukam penyitaan," tutur Reva.

Reva juga menilai penangkapan terhadap kliennya pada 13 Januari 2018, tidak sesuai dengan KUHP. Pasalnya kata dia, seharusnya berdasarkan mekanisme, harus ada pemanggilan kedua terhadap yang bersangkutan jika dalam pemanggilan pertama tidak hadir.

Baca Juga: Agung Laksono Tolak Jadi Saksi Meringankan Rekayasa Sakit Setnov

"Kalau nggak hadir dipangil sekali lagi, nah ini kan nggak langsung penangkapan. Nah oleh karena itu kami beranggapan penangkapan dan penahanan tidak sah ini yang kita mau uji di sidang praperadilan ini. Karena banyak orang berpandangan apa yang disampaikan pak Fredrich Yunadi ini dalam ucapan-upacapnya perlu pembuktian. Oleh karena itu kita hari ini perlu pembiktian apakah yang dilakukan pak Fredrich Yunadi ini sudah benar dilakukan sesuai dengan hukum acara. Biarlah pengadilan yang akan menilai," tandasnya.

Fredrich resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu (13/1/2018). Fredrich merupakan tersangka kasus dugaan menghalangi-halangi penyidikan KTP elektronik yang menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Jumat (12/1/2017) malam, KPK sudah menahan Bimanesh Sutarjo. Dokter Bimanesh ditahan usai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan menghalang-halangi penyidikan e-KTP.

Bimanesh ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama. Keduanya diduga KPK memanipulasi kecelakaan dan hasil pemeriksaan Novanto. Bahkan, Fredrich juga disebut memesan satu lantai kamar VIP di RS Medika Permata Hijau sebelum Setya Novanto kecelakaan.

Atas perbuatan tersebut, keduanya dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI