Suara.com - Politikus Senior Partai Golkar Agung Laksono mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2018).
Agung akan diperiksa KPK karena pernah membesuk Setya Novanto di Rumah Sakit Medika Permata Hijau usai kecelakaan mobil pada November 2017 lalu.
"Terkait kunjungan saya ke rumah sakit untuk membesuk Pak Novanto beberapa waktu yang lalu," kata Agung Laksono.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Agung dipanggil KPK atas permintaan Fredrich Yunadi. Fredrich ingin Agung menjadi saksi meringankan dirinya dalam kasus dugaan menghalangi penyidikan kasus e-KTP.
Baca Juga: Setnov Berterimakasih Jokowi Angkat Idrus Marham Jadi Mensos
"Ya, sudah dipanggil untuk diperiksa hari ini. Diajukan oleh tersangka sebagai aksi meringankan. Sesuai KUHAP kami penuhi dan lakukan pemanggilan," kata Febri.
Febri tidak bisa memastikan hubungan antara Fredrich dengan Agung sehingga diminta jadi saksi meringankan.
"Kami tidak mengetahui hubungannya. Penyidik memanggil sebagai pelaksana KUHAP bahwa tersangka berhak ajukan saksi meringankan. Bersedia atau tidak saksi tidak dapat dipaksakan," katanya.
Saat ini, KPK tengah melakukan penyidikan kasus dugaan merintangi penyidikan e-KTP yang telah menjerat dua tersangka yaitu, mantan pengacara Novanto, Fredrich Yunadi dan Dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo.
Sejumlah saksi pun telah diperiksa oleh penyidik KPK mulai dari, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Timur DPP Partai Golkar Aziz Samuel hingga dokter umum RS Medika Permata Hijau, tempat Novanto di rawat saat kecelakaan pada 16 November lalu.
Baca Juga: Mau Periksa Eks Ajudan Setnov, KPK Koordinasi dengan Polri
KPK menduga data medis terdakwa kasus e-KTP, Setya Novanto, dimanipulasi. Ini yang menjadi dasar bagi KPK menetapkan Fredrich dan Bimanesh sebagai tersangka. Menurut dia, skenario ini disusun untuk menghindari pemeriksaan Setya Novanto oleh penyidik KPK.
Fredrich dan Bimanesh disangka melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.