Suara.com - Tahun 1930-an hingga menjelang 1970 merupakan masa kejayaan becak di Ibu Kota Jakarta. Ada ribuan becak yang bebas beroperasi di jalan-jalan kala itu.
Pada tahun 1967, keberadaan becak mulai disorot anggota legislatif Jakarta. Mereka mengeluarkan aturan yang menyebutkan becak bukan angkutan umum.
Ruang gerak becak semakin sempit di tahun 1970. Kala itu, Gubernur Ali Sadikin menerbitkan instruksi berisi larangan produksi dan memasukkan becak ke Ibu Kota. Pada masa Ali Sadikin, pemerintah mengeluarkan aturan jalur yang dilarang dilewati becak.
Pada masa Gubernur Wiyogo Atmodarminto becak mulai dihapuskan. Penghapusan didasarkan pada peraturan tentang ketertiban umum yang di dalamnya, antara lain melarang becak beroperasi.
"Tahun 1989, upaya penggusuran becak dari Jakarta. Menurut WIyogo bikin semrawut, kumuh, macet," kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan kepada Suara.com, hari ini.
Padahal, kalau ditilik, menurut Tigor, sumber persoalannya bukan dari becak. Becak sudah ada sejak dulu. Becak merupakan kendaraan ekonomis yang ramah lingkungan.
Penghapusan becak dianggap sebagai kebijakan yang tidak manusiawi. Ada ribuan kepala keluarga yang menggantungkan hidup dari menarik becak.
Kala itu terjadi protes keras.
Tahun 1998-2000. Bangsa ini menghadap krisis ekonomi. Jumlah kemiskinan bertambah. Untuk mengatasinya, Gubernur Sutiyoso mengeluarkan kebijakan dalam menghadapi krisis. Ada dua program untuk warga miskin. Pertama, memberikan izin menggarap lahan kosong atau waktu itu dikenal sebagai pertanian kota. Kedua, memberikan izin operasi becak lagi.
Begitu keran dibuka, abang becak menyambut antusias. Becak-becak kembali meroda.