Pemberhentian OSO Langgar AD dan ART Hanura

Selasa, 16 Januari 2018 | 13:17 WIB
Pemberhentian OSO Langgar AD dan ART Hanura
Ketua DPD Oesman Sapta Odang [dok. DPD]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus mengatakan pemberhentian Oesman Sapta Odang dari jabatannya sebagai Ketua Umum Hanura melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai. Petrus mengatakan upaya kader yang mengatasnamakan Dewan Pimpinan Pusat Hanura tersebut tidak sesuai dengan bunyi Pasal 15 ART yang dengan jelas menyatakan "kekosongan jabatan sebelum habis masa jabatan terjadi karena pengurus yang bersangkutan; meninggal dunia; berhalangan tetap; mengundurkan diri".

"Kenyataannya Oesman Sapta tidak berada dalam kondisi seperti dimaksud dalam Pasal 15 ART Partai Hanura. Faktanya, Oesman Sapta dalam jabatan sebagai Ketua Umum Partai maupun sebagai pribadi berada dalam keadaan sehat, tidak berhalangan tetap, tidak diberhentikan, tidak terkena tindak pidana dan tidak melanggar AD & ART," katanya kepada wartawan, Selasa (16/1/2018).

Petrus mengatakan Pasal 16 ART yang berbunyi pemberhentian dan pengisian kekosongan jabatan Ketua Umum hanya dapat dilakukan melalui musyawarah nasional dan atau Munas luar biasa dalam hal keadaan khusus dan harus melalui rapat pimpinan partai tingkat pusat serta mendapat keputusan Dewan Pembina.

"Dengan demikian pemberhentian Ketua Umum Partai Hanura oleh sejumah kader Partai Hanura mengatasnamakan Keputusan Rapat di luar Forum Rapat Partai Hanura yang sah yaitu Munas atau Munaslub, harus dianggap tidak pernah ada, tidak sah, batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum," katanya.

Baca Juga: Alasan Inikah yang Membuat Oesman Dipecat dari Ketum Hanura?

Menurutnya, OSO hingga saat ini tetap konsisten melaksanakan tugas dan fungsinya selaku Ketua Umum yang sah memimpin DPP Partai Hanura. OSO sebagai penanggungjawab keseluruhan struktur organisasi dengan berbagai kewenangan yang dimiliki, antara lain "mengambil kebijakan, keputusan yang bersifat strategis dalam kondisi tertentu untuk penyelamatan partai dalam mengikuti pemilu legislatif maupun Pilpres.

"Dengan kewenangan yang strategis sebagaimana diamanatkan dalam AD & ART partai, maka demi kepentingan Partai Hanura mengikuti Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019, langkah mereposisi, revitalisasi dan merefungsionalisasi DPP Partai Hanura merupakan sebuah keniscayaan," kata Petrus.

Petrua menilai tindakan sekelompok kader Hanura yang mengangkat Pelaksana Tugas Ketua Umum DPP Hanura Daryatmo telah menyalahi AD & ART partai. Tindakan tersebut menurutnya harus dipandang sebagai langkah inkonstitusional yang bertujuan untuk menggagalkan keikutsertaan Partai Hanura dalam pemilu legislatif dan pilpres 2019.

"Oleh karena itu Kementerian Hukum & HAM RI diminta untuk tidak memproses permohonan pergantian kepengurusan DPP Partai Hanura atas nama Plt. Ketua Umum Daryatmo dan Sekjen Sarifudding Suding, karena kepengurusan mereka merupakan produk yang inkonstitusional," kata Petrus.

Baca Juga: Konflik Hanura, Oesman akan Pecat Kader Pembangkang

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI